Jumat, 16 April 2021

PERBEDAAN PPh PASAL 21 DAN PPh PASAL 23


PERBEDAAN OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21 DAN OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 23

A. Berdasarkan Subjeknya

PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan, dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, maupun kegitan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri

Sedangkan PPh 23 merupakan Pajak penghasilan atas Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, berupa penghasilan modal atau yang dikenal dengan istilah capital income (dividen, bunga, royalti, dan sewa), hadiah, penghargaan, bonus dan imbalan sehubungan dengan penyerahan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (PerMenkeu No. 141/PMK.03/2015) selain yang telah dipotong PPh 21.

Lebih lanjut untuk membedakan PPh 21 dan PPh 23, dapat kita simak aturan perpajakan berikut:

Dalam Pasal 1 ayat (7) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 disebutkan:

"Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima pensiun."

Didalam Pasal 23 Ayat (1) huruf a dan b UU PPh terdapat frasa kalimat "...selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)"

Berdasarkan  ketentuan di atas kita mengetahui bahwa imbalan atas jasa akan dikenakan PPh Pasal 23 hanya dalam hal imbalan tersebut belum dikenakan PPh Pasal 21.

Dengan demikian, jika itu terkait transaksi jasa, untuk membedakan PPh 21 dan PPh 23 perlu diperhatikan penerima penghasilan tersebut. Jika penerima penghasilannya merupakan orang pribadi, maka mekanisme pengenaan pajaknya mengacu pada pasal 21 UU PPh. Sebaliknya jika penerima penghasilannya adalah wajib pajak badan, pemotongan PPh nya mengacu pada Pasal 23 UU PPh.

Sedangkan sewa yang dilakukan oleh orang pribadi dikenai PPh 23, karena tidak termasuk yang dipotong PPh 21. PPh 21 hanya memotong pajak orang pribadi atas pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima pensiun. (PER No. 16 Tahun 2016).

Untuk Penghasilan sewa dalam undang-undang pajak penghasilan (UU PPh) sendiri tidak digunakan istilah "Jasa sewa" atau "Jasa Persewaan". sehingga dalam ketentuan PPh Pasal 23 ada perbedaan penghasilan dari sewa dan imbalan jasa. 

 

Sebagai contoh pada januari 2020 PT. King Queen membayar biaya profesional kepada para konsultannya yang terdiri dari Kantor Akuntan Publik (KAP), Kantor Konsultan Pajak (KKP), Pengacara dan Notaris.

No.

Penerima Penghasilan

Jenis Wajib Pajak

Jenis PPh

1

KAP Ronal Wijaya

Orang Pribadi

PPh Pasal 21

2

KKP RIKI ARDONI & PARTNERS

Badan

PPh Pasal 23

3

Kantor Pengacara Hotman, SH, LLM

Orang Pribadi

PPh Pasal 21

4

Notaris Kaila Aurellia, SH, MKn

Orang Pribadi

PPh Pasal 21

 

Meskipun ke-empat profesional diatas sama-sama memiliki kantor tapi perlakuan jenis pajaknya berbeda. Untuk penghasilan KAP Ronal Wijaya, Kantor Pengacara Hotman, SH, LLM dan Notaris Kaila Aurellia, SH, MKn dikenakan pph pasal 21 karena ketiga wajib pajak merupakan orang pribadi. Sedangkan KKP RIKI ARDONI & PARTNERS yang merupakan wajib pajak Badan penghasilannya dipotong Pasal 23 UU PPh.

Contoh selanjutnya PT. King Queen membayar imbalan kepada pegawainya sendiri Angel Karamel terkait gaji dia sebagai Menejer Pemasaran sebesar 20 juta, Sewa kendaraan operasional PT. King Queen sebesar 4 juta dan sewa Kantor cabang sebesar 30 juta. Maka walaupun disana ada dua sewa, akan tetapi perlakuan pemotongan pajak nya berbeda-beda.

Imbalan gaji yang dibayarkan PT. King Queen merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21, imbalan sewa kendaraan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, imbalan sewa ruko merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).

 

B. BERDASARKAN SUMBER PENGHASILANNYA

Berdasarkan sumber penghasilan yang dikenakan pajak (Objek Pajak), ada beberapa objek pajak penghasilan Pasal 21 dan Pasal 23 yang sering menjadi kesimpangsiuran dalam pemotongan PPh dilapangan. Dikutip dari laman Instagram @Ditjenpajakri, berikut penjelasan perbedaan PPh Pasal 21 dan Pasal 23 berdasarkan sumber penghasilannya:

Sumber Penghasilan Kena Pajak (Objek Pajak)

Penerima Penghasilan

Pasal 21

Pasal 23

Royalti

BADAN

×

ORANG PRIBADI

×

 

Sewa1

BADAN

×

ORANG PRIBADI

×

 

Jasa2

BADAN

×

ORANG PRIBADI

×

 

Bunga3

BADAN

×

ORANG PRIBADI

×

 

Hadiah4

BADAN

×

ORANG PRIBADI

×


1 Sewa harta selain tanah dan/atau bangunan

2 Jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 15

3 Bunga selain yang telah dikenai PPh Final

4 Hadiah yang didapat bukan melalui undian

 

C. Berdasarkan Tarif Pajak

Tarif pajak PPh 21 berbeda-beda. Di mana, bagi karyawan dengan lapisan penghasilan kena pajak sampai Rp50 juta per tahun, maka penghasilannya akan dipotong sebesar 5%, penghasilan Rp50-Rp250 juta per tahun akan dikenakan pajak sebesar 15%, penghasilan Rp250-500 juta per tahun akan dikenakan pajak 25%, dan penghasilan di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pajak 30%. (Sesuai Pasal 17 UU PPh).

Sedangkan tarif PPh 23 diberlakukan atas nilai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) atau jumlah bruto penghasilan. Jumlah bruto adalah jumlah penghasilan yang dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, ataupun perwakilan perusahaan luar negeri. Di bawah ini adalah beberapa tarif PPh 23 yang berlaku.

  • Tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf g kecuali pembagian dividen terhadap orang pribadi dikenakan final, Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf f, Royalti dan hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah atau bangunan)
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
  • Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015. selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

 

D. Berdasarkan Pelaporan Pajak

Meski dipotong tiap bulan oleh perusahaan, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dilaporkan setiap tahunnya, dengan batas pelaporan maksimal akhir bulan Maret tiap tahun. Misalnya pelaporan PPh 21 untuk penghasilan Tahun 2017, maka setelah mendapatkan bukti potong, karyawan harus segera melaporkannya maksimal Bulan Maret Tahun 2018 dengan mengisi SPT PPh 21. Sedangkan untuk PPh 23, harus dilaporkan tiap bulannya oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, dan paling lambat dilaporkan setiap Tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang PPh 23.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...