Senin, 10 Mei 2021

PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Definisi diatas dapat dengan mudah kita temukan di PER-16/PJ/2016 atau di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 pada bagian Ketentuan Umum pasal 1.

 

Dasar Hukum Pengenaan PPh 21

Landasan Hukum dalam Pengenaan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sampai Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.
  3. Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya biaya Jabatan atau biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Pegawai tetap atau Pensiunan.
  4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.
  5. Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 tentang penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan menimbang Pajak Penghasilan.
  6. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
  7. Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.
  8. KEP - 173/PJ./2002 Tentang Pedoman Standar Karyawan Asing

 

Subjek PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:

a. Pegawai;

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan Pemberian jasa, meliputi:

1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan seniman lainnya;

3) Olahragawan;

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7) Agen iklan;

8) Pengawas atau pengelola proyek;

9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

10) Petugas penjaja barang dagangan;

11) Petugas dinas luar asuransi;

12) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;

e. Mantan pegawai;

f. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

4) Peserta pendidikan dan pelatihan;

5) Peserta kegiatan lainnya.

 

Non - Subjek PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah:

a. Kantor perwakilan negara asing;

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c.  Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :

1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

 

Pemotongan Pajak 21

Didalam Pasal 21 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mana ketentuan aturan pelaksanaannya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 252/PMK.03/2008, di nyatakan bahwa pemotong  PPh 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh :

a. Pemberi kerja yang terdiri dari:

1) Orang pribadi dan badan;

2) Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh Administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, Dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada pemerintah pusat termasuk institusi tni/polri, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan kedutaan besar republik indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

1) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

2) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri;

3) Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;

e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

 

Non- Pemotongan Pajak

Bukan pemotong PPh 21 diatur didalam pasal 21 ayat (2) UU PPh. Dimana dalam ayat tersebut dikatakan Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Organisasi-organisasi internasional tersebut ditetapkan dalam PMK 156 tahun 2015. Sebagai konsekuensinya sesuai pasal 14 PP No 94 tahun 2010, Orang pribadi (OP) dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa gaji dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang jumlahnya telah melebihi PTKP maka berkewajiban untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri Pajak Penghasilannya yang terutang.

 

Objek PPh Pasal 21

Dalam PMK 252 Tahun 2008, Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

5. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau

9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

10. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

a.  Bukan Wajib Pajak

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

 

Non Objek PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

a.  Wajib pajak atau pemerintah,

b. Wajib pajak yang tidak dikenakan dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final; atau

c. Wajib pajak yang tidak dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan;

4. Iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;

6. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

7. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i undang-undang pajak penghasilan.

 

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah pegawai tetap dan penerima pensiunan berkala akan dikenakan PKP dengan rincian:

Penghasilan Netto – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

 

Sedangkan bagi pegawai yang termuat di dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 Huruf C akan dikenakan sebesar 50% atas PKP dari:

Jumlah Penghasilan Bruto – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam 1 bulan.


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Berdasarkan dari PMK No. 101/PMK. 010/2016, seorang Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp. 54.000.000. Di bawah ini adalah jabaran dari Objek Penghasilan Tidak Kena Pajak:

Keterangan

 PTKP

Untuk diri Wajib Pajak Pribadi.

 Rp  54.000.000

Sebagai tambahan Wajib Pajak yang sudah menikah.

 Rp    4.500.000

Bagi istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut setelah digabung dengan penghasilan dari suami.

 Rp  54.000.000

Sebagai tambahan dari setiap anggota keluarga kandung lainnya.

 Rp    4.500.000

 

Berikut Penerapan PTKP Berdasarkan Status perkawinan:

No.

Status Kawin

Keterangan

PTKP

1

TK /0 atau HB/0

Tidak Kawin / Hidup Berpisah Tanpa Tanggungan

 Rp  54.000.000

2

TK /1 atau HB/1

Tidak Kawin / Hidup Berpisah Dengan 1 Tanggungan

 Rp  58.500.000

3

TK /2 atau HB/2

Tidak Kawin / Hidup Berpisah Dengan 2 Tanggungan

 Rp  63.000.000

4

TK /3 atau HB/3

Tidak Kawin / Hidup Berpisah Dengan 3 Tanggungan

 Rp  67.500.000

5

K/0

Kawin Tanpa Tanggungan

 Rp  58.500.000

6

K/1

Kawin Dengan 1 Tanggungan

 Rp  63.000.000

7

K/2

Kawin Dengan 2 Tanggungan

 Rp  67.500.000

8

K/3

Kawin Dengan 3 Tanggungan

 Rp  72.000.000

 

Tarif Progresif PPh 21

Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan dasar Tarif Progresif. Tarif progresif adalah tarif yang mengacu pada prinsip keadilan “ability to Pay” (kemampuan dalam membayar). Tarif progresif PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif

Penghasilan sampai dengan Rp. 50.000.000 per tahun

5%

Penghasilan Rp. 50.000.000 - Rp. 250.000.000 per tahun

15%

Penghasilan Rp. 250.000.000 - Rp. 500.000.000 per tahun

25%

Penghasilan di atas Rp. 500.000.000 per tahun

30%

Bagi Penerima penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

 

Cara Menghitung PPh 21

Rumus cara menghitung PPh 21 sebagai berikut:

PPh 21 = Tarif Pajak x (Penghasilan – Pengurang)

Bagi pihak penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP, perhitungan dilakukan dengan mengalikan 120% dengan total pajak yang terutang.

PPh 21 yang harus dibayar = 120% x PPh 21 Terutang

 

Contoh Perhitungan PPh 21:

1. Penghasilan Tetap

Agus adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT. Fajar Harapan pada bulan Januari 2021 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak.

Gaji pokok Agus adalah sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2021 dari perusahaan sebagai berikut:

  1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
  2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
  3. Tunjangan Transport Rp500.000

Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:

  1. Jaminan Kesehatan oleh Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%
  2. Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%
  3. Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%
  4. Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh Karyawan 2%
  5. Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%

 

Jawab 

  • BPJS Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja (sebesar 3.7%)

Objek ini seringkali dianggap sebagai Objek Penambah Perhitungan PPh21, padahal dengan jelas dalam ketentuan perpajakan telah diatur, bahwa BPJS Jaminan Hari Tua yang dibayarkan oleh pemberi kerja, bukan merupakan objek penambah penghasilan dalam perhitungan PPh21. (dasar hukumnya UU No. 36 tahun 2008, Pasal 4 ayat (3) huruf g dan PER 16/PJ/2016 Pasal 8 ayat (1) huruf c).

  • BPJS Jaminan Hari Tua dibayarkan oleh karyawan (sebesar 2%)

Untungnya BPJS Jaminan Hari Tua yang dibayarkan oleh karyawan, kebanyakkan orang sudah benar dalam menerapkan perhitungan PPh21. Yakni merupakan Objek Pengurang Penghasilan Bruto. (UU No. 36 tahun 2008, Pasal 6 ayat (1) huruf c dan PER 16/PJ/2016, Pasal 10 ayat (3).

  • BPJS Jaminan Pensiun dibayar oleh pemberi kerja (sebesar 2%)

Objek ini seringkali dianggap sebagai Objek Penambah Perhitungan PPh21, padahal dengan jelas dalam ketentuan perpajakan telah diatur, bahwa BPJS Jaminan Pensiun yang dibayarkan oleh pemberi kerja, bukan objek penambah penghasilan dalam perhitungan PPh21.(UU No. 36 tahun 2008, Pasal 4 ayat (3) huruf g dan PER 16/PJ/2016 Pasal 8 ayat (1) huruf c).

  • BPJS Jaminan Pensiun dibayarkan oleh karyawan (sebesar 1%)
BPJS Jaminan Pensiun merupakan Objek Pengurang Penghasilan Bruto. (UU No. 36 tahun 2008, Pasal 6 ayat (1) huruf c dan PER 16/PJ/2016, Pasal 10 ayat (3).

  • BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian tergolong Premi Asuransi. Premi Asuransi ini yang dapat dinikmati kapanpun jika terjadi hal-hal tertentu yang telah ditentukan. Walaupun Premi Asuransi ini tidak diterima oleh karyawan dalam bentuk uang, Premi Asuransi termasuk dalam objek penambah penghasilan dalam perhitungan PPh21. (UU No. 36 tahun 2008, Pasal 4 ayat (1) huruf n).

  • BPJS Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemberi kerja (sebesar 4%)
Objek ini perlakuannya sama seperti BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. BPJS Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja (sebesar 4%) merupakan objek penambah penghasilan dalam perhitungan PPh21. Karena BPJS Jaminan Kesehatan ini termasuk dalam pengertian Premi Asuransi. (UU No. 36 tahun 2008, Pasal 4 ayat (1) huruf n).

  • BPJS Jaminan Kesehatan dibayarkan oleh karyawan (sebesar 1%)
Objek BPJS Jaminan Kesehatan yang dibayarkan oleh karyawan (sebesar 1%), bukan merupakan objek pengurang penghasilan bruto. Karena yang boleh menjadi objek pengurang penghasilan bruto hanya 2 objek saja, yakni Biaya Jabatan dan Iuran Dana Pensiun. (PER 16/PJ/2016, Pasal 10 ayat (3) dan UU No. 36 tahun 2008, Pasal 9 ayat (1) huruf d).

 

Dengan demikian Perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

a.

Penghasilan dari Pemberi Kerja

 

1. Gaji Pokok

 =

10.000.000,00

2. Tunjangan Lembur

 =

1.000.000,00

3. Tunjangan Komunikasi

 =

300.000,00

4. Tunjangan Transport

=

500.000,00

Total

 =

11.800.000,00

 

b.

Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:

 

1. Jaminan Kesehatan (4%)

=

400.000,00

2. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%)

=

24.000,00

3. Jaminan Kematian (0,3%)

=

30.000,00

Total

=

454.000,00

 

c.

Penghasilan Bruto per Bulan (a + b)

=

12.254.000,00

 

d.

Pengurang:

 

 

 

1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto)  

=

500.000,00

 

2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%)

=

200.000,00

 

3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%)

=

100.000,00

 

Total

=

800.000,00

 

e.

Penghasilan Netto per Bulan (c-d)

=

11.454.000,00

f.

Penghasilan Netto disetahunkan (e × 12)

=

137.448.000,00

 

g.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2

=

67.500.000,00

 

h.

Penghasilan Kena Pajak (PhKP) (f - g)

=

69.948.000,00

 

i.

PPh 21 Terutang setahun

 

5% x 50.000.000

=

2.500.000,00

15% x 19.948.000

=

2.992.200,00

TOTAL

=

5.492.200,00

 

j.

PPh 21 Terutang Sebulan (i : 12)

=

457.683,33

 

Dibulatkan, bagian desimal dihilangkan

=

457.683,00

 

Dengan demikian  PPh 21 yang harus dipotong oleh PT. Fajar Harapan pada bulan Januari 2021 adalah sebesar Rp. 457.683

 

2. Penghasilan Tidak Tetap

Bagas adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki NPWP. Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu.

Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu Rp8.000.000. Perhitungan pajak Bagas yang gajinya dibayarkan secara mingguan adalah sebagai berikut:

a.

Penghasilan Per minggu

=

2.000.000

b.

Penghasilan diakumulasikan sebulan (Rp2.000.000 x 4)

=

8.000.000

c.

Penghasilan bruto

=

8.000.000

d.

Biaya Jabatan (5% x Rp8.000.000)

=

400.000

e.

Penghasilan Neto sebulan (c-d)

=

7.600.000

f.

Penghasilan neto setahun (12 x Rp7.600.000)

=

91.200.000

g.

PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin

=

54.000.000

h.

Penghasilan Kena Pajak setahun (f-g)

=

37.200.000

i.

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp37.200.000)

=

1.860.000

j.

PPh Pasal 21 dalam Sebulan (Rp1.860.000 : 12)

=

155.000

k.

PPh Pasal 21 dalam Seminggu (Rp155.000 : 4)

=

38.750

 

Dengan demikian PPh Pasal 21 dalam satu minggu yang dikenakan pada penghasilan Bagas adalah  Rp38.750.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...