Minggu, 02 Desember 2018

External Macro Environment Analysis. (Scanning Lingkungan dan Analisisnya serta Analisis lingkungan eksternal) - RIKI ARDONI


 
PENGERTIAN STRATEGIK

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu stratēgos (komandan militer)pada zaman demokrasi Athena. yang diartikan sebagai the art of the general (seni seorang panglima).

Penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu (Chandler, 2006)

Suatu tindakan yaitu yang dilakukan untuk mencapai satu atau lebih dari tujuan-tujuannya (Hill dan Jonses, 1998)

Serangkaian yang terpadu dan terkoordinasi atas komitmenkomitmen dan tindakan-tindakan yang didesain untuk mengeksploitasi kompetensi-kompetensi inti dan memperoleh keunggulan kompetitif (Hitt, Ireland, and Hoskisson, 2005:7)

Suatu rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Jauch dan Glueck, 1988: 12).

Menurut Hax dan Majluf (dalam Salusu, 1996) strategi dapat didefinisikan sebagai pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral; menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam pengertian sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya; menyeleksi bidang yang akan dilakukan atau dilaksanakan organisasi; mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya; dan melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.

Definisi strategi secara umum dan khusus sebagai berikut:

1. Definisi Umum
Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

2. Definisi khusus
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.





ANALISA LINGKUNGAN EKSTERNAL




Lingkungan merupakan sumber yang sangat penting dan bermakna bagi perubahan dan strategi. Banyak perusahaan/organisasi menjadi korban perubahan, sedangkan yang lainnya menggunakan perubahan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

PEST (Political, Economic, social, and Technology) merupakan susunan kekuatan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bisnis (Ali, Hapzi, 2011). Namun rahayu dalam bukunya esensi manajemen strategi menambahkan satu faktor lagi yakni ideologi (Rahayu,2015).


KOMPONEN ANALISIS EKSTERNAL
  1. Scanning : Mengidentifikasi petunjuk awal dari perubahan dan kecenderungan lingkungan
  2. Monitoring : Mendeteksi arti melalui observasi terus menerus atas perubahan dan kecenderungan lingkungan
  3. Forcesting : Mengembangkan proyeksi atas hasil yang diantisipasi berdasarkan perubahan dan kecenderungan yang dimonitor
  4. Assesing : menentukan waktu dan pentingnya perubahan dan kecenderungan lingkungan untuk strategi perusahaan dan manajemen.

JENIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

1. Lingkungan Jauh
Mencakup elemen-elemen dalam masyarakat luas yang dapat mempengaruhi suatu industri dan perusahaan-perusahaan didalamnya.
Lingkungan jauh dikenal pula dengan Lingkungan Umum (General Environment), yang terdiri atas:
  1. Demografis (populasi, usia, geografis, pendapatan)
  2. Ekonomi (inflasi, suku bunga, PDB, defisit/surplus, siklus bisnis)
  3. Politik (ideology negara, stabilitas politik, lembaga politik, hubungan internasional, pemilu)
  4. hukum (hukum perpajakan, tenaga kerja)
  5. Sosial Budaya (angkatan kerja, tanggungjawab lingkungan)
  6. Teknologi (inovasi, kemajuan teknologi,e-commerce)

2. Lingkungan Dekat
Lingkungan dekat meliputi struktur dan Industri (Industry Environment).
Struktur Pasar meliputi:
  1. Persaingan Sempurna
  2. Persaingan Tidak sempurna
  3. Pasar Oligopoli
  4. Pasar Monopoli

Analisis lingkungan terdiri dari dua unsur, yaitu analisis eksternal dan analisis internal (analisis organisasi) dengan melaksanakan Analisis SWOT.

Menurut Thompson (2008, 97), analisis SWOT adalah simpel tetapi merupakan alat bantu yang sangat kuat untuk memperbesar kapabilitas serta mengetahui ketidakefisienan sumber daya perusahaan, kesempatan dari pasar dan ancaman eksternal untuk masa depan agar lebih baik lagi.
 
Menurut Fred David (1997, 134), analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang berfungsi untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman suatu perusahaan. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
 
Menurut Wikipedia, analisis SWOT adalah metode perencanaan startegis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
 
Menurut Pearce dan Robinson (2003, 134), analisis SWOT perlu dilakukan karena analisa SWOT untuk mencocokan “fit” antara sumber daya internal dan situasi eksternal perusahaan. Pencocokan yang baik akan memaksimalkan kekuatan dan peluang perusahaan dan meminimumkan kelemahan dan ancamannya. Asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang kuat untuk design strategi yang sukses.
 
Menurut Kurtz (2008, 45), SWOT analisis adalah suatu alat perencanaan strategik yang penting untuk membantu perencana untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan internal organisasi dengan kesempatan dan ancaman dari eksternal.
 

 

Strengths (Kekuatan)

Opportunities (Peluang)

Weaknesses (Kelemahan)

Threats (Tantangan)

 

Lingkungan Internal Organisasi

Strengths (Kekuatan)

Weaknesses (Kelemahan)                              

LINGKUNGAN EKSTERNAL ORGANISASI

Opportunities (Peluang)

Threats (Tantangan)

 

                                   

Analisis lingkungan terdiri dari dua unsur, yaitu analisis eksternal dan analisis internal (analisis organisasi) dengan melaksanakan Analisis SWOT. 

 

lingkungan eksternal perusahaan yaitu Opportunities dan Threats. saya  bekerja di Silioam Hospitals Kebun Jeruk. dari yang saya amati, siloam hospitals memiliki peluang dan tantangan dari rumah sakit yang lain yang ada. mulai dari dokter yang mempunyai pendidikan hebat dari singapure,jepang, Amerika, jerman, obat yang bagus, ruang rawat inap seperti hotel bintang lima sampai alat medis yang modern seperti Pada bulan desember 2007, Siloam Hospitals menjadi yang pertama di Indonesia yang memiliki Siemens Dual Source CT Scanner (DSCT) di rumah sakit di Lippo Karawaci dan Kebun Jeruk DSCT dan teknologi CT paling canggih d dunia. tenaga perawatnya juga sangat baik karena rata-rata di ambil dari lulusan Universitas Pelita Harapan (UPH) yang merupakan salah satu Universitas terbaik di Indonesia. ketika pertama kali Mokhtar Riady membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan. ini peluang yang dilihat sang pembangun ide bisnis indonesia. idenya bagaimana menarik uang konglomerat indonesia agar mereka tidak lari berobat keluar negeri. maka mokhtar riady mulai mengambil peluang terdepan dengan menciptakan rumah sakit standar kelas internasional yang bak hotel bintang lima. bangunan atau konsep rumah sakit yang di dalamnya dipadukan dengan minimarket, kafe kopi Maxkoffe, restoran, sofenir bagi yang sakit, toko buku dan ruang rehabilitasi medik. 

 


STRATEGIC MANAGEMENT Vision and Company Mission, Longterm objective, Corporate Culture, Corporate Governance and the Agency Theory

MANAJEMEN STRATEGIK

 “VISI, MISI DAN TUJUAN PERUSAHAAN”


 

VISI PERUSAHAAN

1.1.  Pengertian Dan Manfaat Visi Perusahaan

Ada banyak sekali definisi tentang visi dan misi yang dikemukakan oleh para ahli. Namun, definisi-definisi tersebut merujuk pada satu pengertian yang dapat diterima bersama. Secara sederhana, visi suatu perusahaan harus dapat menjawab satu pertanyaan mendasar. Apa yang ingin dicapai oleh perusahaan? Itulah pertanyaan yang menjadi dasar dalam mendefinisikan apa itu visi. Beberapa definisi visi antara lain :

     a. J.B. Whittaker

Menurut J.B. Whittaker dalam bukunya “Strategic Planning and Management”, visi perusahaan didefinisikan sebagai gambaran masa depan yang akan dipilih dan yang akan diwujudkan pada suatu saat yang ditentukan.

    b. Philip Kotler

Menurut Kotler, visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.

    c. Dr. A. B. Susanto

Menurut Dr. A. B. Susanto dalam bukunya “Visi dan Misi”, visi adalah sebuah gambaran mengenai tujuan dan cita-cita di masa depan yang harus dimiliki organisasi sebelum disusun rencana bagaimana mencapainya.

 

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa visi adalah pandangan jauh ke depan tentang ke arah mana sebuah perusahaan akan dibawa atau gambaran cita-cita apa yang ingin dicapai oleh perusahaan.Visi perusahaan akan menunjukan suatu kondisi ideal tentang masa depan yang realistis, meyakinkan, serta mengandung daya tarik. Adapun tujuan penetapan visi perusahaan, yaitu:

a. Mencerminkan sesuatu yang akan dicapai perusahaan

b. Memiliki orientasi pada masa depan perusahaan

c. Menimbulkan komitmen tinggi dari seluruh jajaran dan lingkungan perusahaan

d. Menentukan arah dan fokus strategi perusahaan yang jelas

e. Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi perusahaan

 

Visi juga mempunyai beberapa manfaat, diantaranya :

   a. Menumbuhkan komitmen dan semangat kerja karyawan.

Karyawan tidak akan bekerja dengan penuh antusias jika dia tidak tahu untuk apa diabekerja. Namun, jika dia tahu apa kontribusi perusahaan pada masyarakat dia akan termotivasi bahwa dia bekerja bukan hanya untuk perusahaan, tetapi juga untuk masyarakat.

   b. Menumbuhkan rasa kebermaknaan.

Salah satu tempat karyawan mencari makna kehidupan adalah lingkungan pekerjaannya.

   c. Menumbuhkan standar kerja yang prima.

Jika seorang karyawan memahami dia bekerja untuk suatu tujuan yang sangat mulia, dia akan bekerja penuh semangat dan meletakkan standar prima untuk setiap pekerjaannya.

   d. Menjembatani keadaan perusahaan masa sekarang dan masa depan.

 

       MISI PERUSAHAAN

2.1.  Pengertian dan Manfaat Misi Perusahaan

Jika kita sudah mengerti tentang visi atau gambaran tentang cita-cita suatu perusahaan dimasa yang akan datang, maka kita harus memikirkan pula bagaimana visi tersebut dapat dicapai. Serangkaian langkah yang ditempuh perusahaan dalam mencapai visinya dijabarkan dalam misi perusahaan.

Misi suatu perusahaan merujuk pada satu pertanyaan mendasar yang pernah diajukan oleh Peter Drucker. Apa bisnis kita? Jawaban dari pertanyaan ini merupakan gambaran besar tentang apa saja yang akan dilakukan oleh perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Keberadaan misi perusahaan sangat penting untuk perumusan tujuan perusahaan dan formulasi strategi yang efektif. Ada banyak definisi misi, diantaranya :

   a. Peter Drucker

Pada dasarnya, misi merupakan alasan mendasari eksistensi suatu organisasi. Pernyataan misi organisasi, terutama di tingkat unit bisnis menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan. Jadi perumusan misi merupakan realisasi yang akan menjadikan suatu organisasi mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggannya.

   b. Wibisono

Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa.

c.  Dr.A.B.Susanto

Misi adalah bagaimana untuk menghadirkan impian perusahaan atau organisasi menjadi kenyataan.

 

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan dalam usahanya mewujudkan visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian visi. Adapun manfaat misi antara lain :

a. Memastikan tujuan dasar organisasi

b. Memberikan basis atau standar untuk mengalokasikan SD di organisasi

c. Menciptakan kondisi atau iklim organisasi yang umum

d. Menjadi titik utama bagi individu dalam mengidentifikasi tujuan dan arah organisasi

e. Memfasilitasi penerjemahan tujuan menjadi struktur kerja yang melibatkan penungasan hingga elemen tanggung jawab dalam organisasi

f. Memberikan tujuan dasar organisasi dan kemungkinan utk menerterjemahkan tujuan dasar ini menjadi tujuan dalam bentuk sedemikian rupa hingga parameter waktu, biaya, dan kinerja dapat dievaluasi dan dikontrol.

 

Ada beberapa karakteristik misi perusahaan, diantaranya :

a. Deklarasi sikap.

Misi yang baik memungkinkan untuk perumusan dan pemikiran alternatif tujuan dan strategi yang layak tanpa mengurangi kreativitas manajemen. Misi juga harus cukup luas untuk menyatukan perbedaansecara efektif dan memiliki daya tarik bagi stakeholder organisasi, individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan dalam organisasi. Misi perusahaan harus memcerminkan bagaimana komitmen perusahaan untuk memenuhi tuntutan stakeholder. Kumpulan misi perusahaan menunjukkan strategi perusahaan dalam usahanya bertumbuh melalui analisis internal dan eksternal.

    b. Berorientasi pada pelanggan.

Alasan mendasar mengembangakan misi perusahaan adalah untuk menarik sebanyak mungkin pelangan. Misi sebuah perusahaan tidak hanya mengembangkan suatu produk dan mencari pasarnya, tetapi lebih jauh dari itu, misi perusahaan harus berusaha untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan dan kemudian menyediakan alat pemuas kebutuhan dan keinginannya. Misi yang baik selalu berusaha untuk mengidentifikasi kegunaan produk perusahaan untuk pelanggannya.

    c. Deklarasi kebijakan sosial.

Kebijakan sosial mempengaruhi pengembangan misi suatu perusahaan. Kebijakan sosial secara langsung mempengaruhi pelanggan, produk, pasar, teknologi, profitabilitas dan citra perusahaan. Kebijakan sosial mau tidak mau harus ikut diintegrasikan dengan startegi pengembangan perusahan yang dapat dilihat dari misi perusahaan.

 


MENYUSUN, MENGEMBANGAKAN & MENGEVALUASI VISI DAN MISI

Dalam penetapan visi, perusahaan harus memenuhi persyaratan dan kriteria. Adapun persyaratan dan kriteria visi perusahaan secara umum antara lain :

a. Dapat dibayangkan oleh seluruh jajaran organisasi perusahaan

b. Dapat dikomunikasikan dan dapat dimengerti oleh seluruh jajaran organisasi perusahaan

c. Berwawasan jangka panjang dan tidak mengabaikan perkembangan zaman

d. Memiliki nilai yang diinginkan oleh anggota organisasi perusahaan

e. Terfokus pada permasalahan instansi perusahaan agar dapat beroperasi

Setelah mengetahui kriteria visi yang baik bagi perusahaan, dapat ditentukan bagaimana visi bisnis perusahaan. Hal pertama yang dapat dilakukan dalam rangka menyusun visi perusahaan adalah dengan mengidentifikasikan aktivitas perusahaan berdasarkan impian yang ingin dicapai. Setelah itu, dapat ditetapkan pandangan masa depan perusahaan, ingin mencapai titik kesuksesan setinggi apakah perusahaan tersebut. Menyediakan gambaran besar yang menggambarkan siapa saja yang ada di dalam perusahaan tersebut, apa yang akan dilakukan setiap personil perusahaan dan kemanakah arah pergerakan perusahaan.

Sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana menyusun, mengembangkan serta mengevaluasi misi bisnis suatu perusahaan, perlu terlebih dahulu untuk mengetahui apa saja komponen misi. Ada sembilan komponen yang mutlak ada dalam sebuah misi apabila misi tersebut hendak menjadi misi yang efektif. Komponen-komponen misi tersebut antara lain :

a. Konsumen atau Pelanggan, “Siapa pelanggan perusahaan?”

b. Produk atau Jasa, “Apa produk atau jasa utama perusahaan?”

c. Pasar, “Secara geografis, dimana perusahaan akan berkompetisi?”

d. Teknologi, “Apakah perusahaan menerapkan teknologi terbaru?”

e. Perhatian akan keberlangsungan, pertumbuhan, dan profitabilitas, “Apakah perusahaan berkomitmen untuk pertumbuhan dan kondisi keuangan yang baik?”

f. Filosofi, “Apa dasar kepercayaan,nilai, aspirasi, dan prioritas etika perusahaan?”

g. Konsep diri, “Apa kemampuan khusus atau keunggulan kompetitif perusahaan?”

h. Perhatian akan citra publik, “Apakah perusahaan responsif terhadap pemikiran sosial, masyarakat dan lingkungan?”

i. Perhatian pada karyawan,“Apakah karyawan aset yang berharga untuk perusahaan?”

Setelah mengetahui komponen misi yang baik bagi suatu perusahaan, dapat ditentukan strategi penyusunan misi dari sebuah perusahaan. Hal pertama yang dapat dilakukan dalam rangka menyusun misi perusahaan adalah dengan menetapkan perusahaan menjadi bagian-bagian yang kecil. Setelah itu, barulah dapat ditentukan bagaimana bagian-bagian dari perusahaan tersebut akan bergerak mencapai visi perusahaan.

 


TUJUAN PERUSAHAAN

Tujuan perusahaan pada umumnya ialah untuk memuaskan kebutuhan dari konsumen dengan nilai-nilai tertentu. Tujuan perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut :

Tujuan Pelayanan Primer

Tujuan primer adalah pembuatan barang/jasa yang dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Tujuan Organisatoris adalah nilai- nilai yang harus disumbangkan oleh masing-masing atau kelompok individu yang berada pada bagian yang bersangkutan. Tujuan Operasional adalah nilai-nilai yang disumbangkan oleh masing-masing tahap dalam suatu unit prosedur kerja secara keseluruhan.

Tujuan Pelayanan Kolateral

Tujuan Kolateral Pribadi adalah nilai-nilai yang ingin dicapai oleh individuatau kelompok individu dalam perusahaan. Tujuan Kolateral Sosial ialah nilai-nilai ekonomi yang lebih luas/umum yang diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat dan yang dapat secara langsung dihasilkan dari kegiatan perusahaan. Tujuan Kolateral Sosial bersifat lebih luas untuk kepentingan masyarakat, misalkan : membayar pajak.

Tujuan Pelayanan Sekunder

Merupakan nilai-nilai yang diperlukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan primer. Namun secara umum, tujuan perusahaan dapat berupa :

a. Mencapai keuntungan maksimal

b. Mempertahankan kelangsungan hidup

c. Mengejar pertumbuhan

d. Menampung tenaga kerja

 

Tujuan jangka panjang (Long Term Objective)

Tujuan jangka panjang didefinisikan sebagai hasil yang dicoba untuk dicapai oleh perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya lima tahun. tujuan jangka panjang lainnya, seharusnya dapat diterima, fleksibel, terukur seiring berjalannya waktu , memotivasi, sesuai, dapat dipahami, dan dapat dicapai.           

Strategi utama didefinisikan sebagai pendekatan komprehensif yang mengarahkan tindakan-tindakan utama yang dirancang untuk mencapai tujuan jangka panjang. Lima Belas pilihan strategi utama yang dibahas : pertumbuhan terkonsentrasi, pengembangan pasar, pengembangan produk, inovasi, integrasi horizontal, integrasi vartikal, diversifikasi konsentris, diversifikasi konglomerasi, putar haluan, divestasi, likuidasi, kepailitan, usaha patungan, aliansi strategis, dan konsorsium.

 

Category of Long Term Objective (Kategori umum Long Term Objective)

Kategori umum untuk tujuan jangka panjang bisnis meliputi :

Profitability (Profitabilitas)

Kemampuan dari suatu perusahaan untuk beroperasi dalam jangka panjang bergantung pada tingkat laba yang memadai. Perusahaan yang dikelola secara strategis pada umumnya memiliki tujuan laba, yang dinyatakan dalam bentuk laba persaham.

    employee development (Pengembangan Karyawan)

Karyawan menghargai pendidikan danpelatihan, sebagian karena hal tersebut mengarah pada kompensasi dan jaminan kerja yang lebih tinggi. Menyajikan peluang semacam itu sering kali meningkatkan produktivitas dan mengurangi perputaran karyawan. Oleh karena itu para pembuat keputusan strategis sering kali memasukan tujuan pengembangan karyawan kedalam rencana jangka panjang.

Productivity (Produktifitas)

Para manager strategis secara terus mencoba meningkatkan produktivitas sistem mereka. Perusahaan yang dapat memperbaiki hubungan input-output pada umumnya dapat meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian perusahaan-perusahaan hampir selalu menyatakan suatu tujuan produktivitas. Tujuan produktivita yang umum digunakan adalah jumlah barang yang diproduksi atau jumlah jasa yang diberikan perunit input.

Technology Leadership (Teknologi Kepemimpinan)

Perusahan harus memutuskan apakah akan menjadi pemimpin atau hanya jadi pengikut di pasar. Setiap pendekatan dapat berhasil, tetapi masing-masing membutuhkan postur strategi yang berbeda. Oleh karena itu banyak perusahaan menyatakan suatu tujuan berkaitan dengan kepemimpinan teknologi.

employee relations(Relasi Pekerja)

Apakah terikat dengan kontrak serikat pekerja atau tidak perusahaan-perusahaan secara aktif mencoba untuk menggembangkan hubungan baik dengan karyawan. Bahkan langka-langka proaktif dalam mengantisipasi kebutuhan dan harapan karyawan merupakan karakteristik dari para manajer strategis. Para manajer strategis yakin bahwa produktivitas hubungan dengan loyalitas karyawan dan apresiasi atas perhatian manajer terhadap kesejahteraan karyawan.

competitive position (posisi kompetitif)

Salah satu ukuran keberhasilan perusahaan adalah salah satu dominasi relatifnya di pasar. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar pada umumnya menetapkan tujuan dalam hal posisi konpetitif, sering kali menggunakan penjualan total atau pangsa pasar sebagai ukuran posisi kompetitifnya.

    Responsibilities To society(Tanggung Jawab Untuk Masyarakat)

Para manajer memahami tanggung jawab mereka terhadap pelanggan dan masyarakat secara umum. Bahkan banyak perusahaan mencoba untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya melampaui persyaratan pemerintah. Perusahaan-perusahaan tersebut bukan hanya bekerja untuk mengembangkan reputasi sebagai produsen dari produk dan jasa dengan harga yang layak, melainkan menjadi warganegara yang bertanggung jawab.

 

Objectives are the basis for:

Designing jobs (Mendesain Pekerjaan) 

Dengan adanya tujuan, memudahkan kita untuk mengatur dan mendesain bagian pekerjaan yang di butuhkan.

Organizing activities (Pengorganisasian Kegiatan) 

Tujuan dapat membentuk kegiatan apa saja yang akan diorganisasikan.

Providing direction (Memberikan Arahan) 

Arah pekerjaan yang di lakukan akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan (pekerjaan tidak melencenng dari jalur).

    Organizational synergy (Sinergi Organisasi)

Sinergi organisai akan terbetuk dengan sangat kuat. Dalam hal ini tujuan berperan sebagai working supporter.

Standards for evaluation (Standar untuk evaluasi) 

Evaluasi kerja dilaksanakan untuk menentukan kesesuaian kinerja dengan tujuan.

 

Benefits of Long Term Objective (Manfaat Tujuan Jangka Panjang)

  • Memberi pemahaman thd stakeholder ttg masa depan organisasi.(An understanding of the stakeholders about the future of the organization.)
  • Dasar pengambilan keputusan yg konsisten kepada manajer (Consistent basis for decision making to manager)
  • Minimalisir potensi konflik. (Minimize the potential for conflict)
  • Mendorong usaha & pencapaian (Encourage effort and achievement)
  • Desain & organisasi pekerjaan. (Design and organization of work.)
  • Tanpa tujuan jk panjang, harapan perusahaan tidak akan tercapai (Without long-term objective, the company hopes will not be achieved)

 

Not Managing by Objective (Beberapa alternative yang harus di hindari untuk mencapai tujuan jangka panjang)

Para perencana strategis harus menghindari berbagai alternatif berikut ini untuk mencapai tujuan jangka panjang , yaitu (not managing by objectives) :

Mengelola berdasarkan Ekstrapolasi, (Managing by extrapolation)

yaitu mengikuti perinsip, “Jika tidak rusak, tidak usah diperbaiki” Intinya adalah tetap melakukan hal yang sama dengan cara yang sama karena segalanya berjalan lancar.

Mengelola berdasarkan Krisis, (Managing by Crisis)

yaitu berdasarkan keyakinan bahwa untuk mengetahui seberapa baik seorang perencana strategis adalah dengan mengukur kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Karena ada banyak sekali krisis dan masalah, yang dihadapi oleh setiap orang dan setiap organisasi, para perencana strategis harus menggunakan waktu dan energi kreatif mereka untuk menyelesaikan masalah yang paling mendesak. Menggelola berdasarkan krisis sebenarnya adalah bentuk reaksi dan bukannya aksi (tindakan) serta membiarkan kejadian yang mendikte apa dan kapan ada keputusan manajemen.

Mengelola secara Subjektif, (Managing in Subjective)

yaitu atas dasar pemikiran bahwa tidak ada rencana umum yang menentukan arah mana yang harus ditempuh dan apa yang harus dikerjakan; kerjakanlah yang terbaik untuk menyelelesaikan apa yang dianggap harus diselesaikan.

Mengelola berdasarkan Harapan, (Managing in Subjective)

yaitu atas dasar kenyataan bahwa masa depan penuh dengan ketidak pastian. Jika berupaya dan tidak berhasil, maka kita berharap pada upaya kedua (atau ketiga), kita akan berhasil. Keputusan dibuat dengan harapan keputusan tersebut dapat dijalankan dan keberhasilan tinggal beberapa langkah lagi, terutama jika nasib dan keberuntungan berpihak kepada kita.

 

Tips For Setting Long Term Objective (Tips untuk menetapkan tujuan jangka panjang)

1. Mengatasi kendala budaya. (Overcoming cultural barriers.)

Perlu dipastikan bahwa nilai-nilai organisasi- termasuk cara memformulasikan dan mengkaji kasus bisnis- selaras dengan tujuan jangka panjang.

2. Menetapkan kembali visi dan tujuan jangka panjang.  (Set back the long-term vision and goals.)

Pemahaman akan posisi yang diinginkan di masa depan, berikut cara pandang dari luar-ke dalam mengenai perubahan industri.

3. Mengidentifikasi kemampuan jangka panjang yang dibutuhkan. (Identifying long-term capacity needs.)

Sebuah organisasi haruslah baik pada suatu hal yang dapat membuat jarak dengan pesaingnya. Ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dibangun

4. Mengombinasikan sudut pandang jangka pendek-jangka panjang. (Combining short-term and long term perspective)

Pemikiran strategi sebagai suatu kontinum pemikiran yang memiliki benang merah dari masa depan ke masa kini, dan sebaliknya.

5.  Tetap melihat mega trend (Keep viewing the mega trends) 

Pandangan jangka panjang tidaklah statis, tapi akan terus berevolusi karena dipengaruhi oleh kondisi makro atau mega trends yang mengubah lingkungan masa datang.

6. Menjadi disiplin dan konsisten (Being disciplined and consistent)

Berpikir ke depan dan mengantisipasi masa depan membutuhkan ketelatenan dan disiplin ketika terjadi penurunan kinerja jangka pendek.

 

 

CORPORATE CULTURE (Budaya Perusahaan)

 

Pengertian Corporate Culture

  • Budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi yang menyediakan aturan untuk berbagi informasi, mencapai kesepakatan umum, dan bertindak atas maknanya (Gorman, 2004).
  • Organizational culture atau corporate culture dideskripsikan sebagai kumpulan norma, kepercayaan, prinsip dan cara berperilaku yang secara bersama – sama menciptakan perilaku yang berbeda dari tiap – tiap organisasi (Willcoxson & Millett, 2000)
  • Corporate Culture adalah "pola nilai-nilai dan keyakinan bersama yang membantu individu memahami fungsi organisasi dan dengan demikian menyediakan mereka norma-norma perilaku dalam organisasi "(Deshpande dan Webster 1989,ppp.4)

 

Dimensi Corporate/Organizational Culture

Dimensi Organizational Culture Terdapat 4 dimensi dalam menentukan karakteristik organizational culture yang dikembangkan oleh Durendez &Garcia, (2010). Dimensi-dimensi tersebut antara lain :

  • Clan : Budaya klan umumnya ada dalam perusahaan yang mencari pengendalian internal dalam organisasi namun dengan fleksibilitas, mengkhawatirkan mengenai karyawan dan menunjukkan perhatian khusus pada konsumen.
  • Adhocracy : Budaya adhocratic terkait dengan perusahaan yang berfokus pada aspek eksternal dari organisasi, mencari tingkat fleksibilitas dan inovasi yang tinggi.
  • Market : Budaya market muncul pada organisasi yang mengutamakan orientasi eksternal bisnis, namun pada saat yang sama mempertimbangkan kebutuhan akan pengendalian dan stabilitas internal
  • Hierarchical : Budaya hierarchical memberi perhatian khusus pada aspek internal yang membutuhkan pengendalian dan stabilitas.

 

Penjelasan Corporate Culture

  • Merupakan kebutuhan dan aspirasi dari anggota kelompok yang berupa aturan-aturan yang bisa mengakomodasi kebutuhan dan keinginan dari masing-masing anggota kelompok dalam satu kesatuan organisasi.
  • Penguatan budaya melindungi kebutuhan anggota-anggotanya, adanya sanksi dan penghargaan bagi para anggotanya berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan dalam organisasi.
  • Mempunyai keseimbangan nilai yang timbal balik artinya penilaian antara pengetahuan budaya yang dimiliki anggota-anggotanya.
  • Mempunyai pola aturan yang tetap sehingga dapat diwujudkan oleh anggotanya sebagai sebuah tindakan yang nyata dan sebagai tradisi dari perusahaan yang bersangkutan.
  • Kebudayaan sebagai komunikasi dalam konteks mempunyai simbol pengungkapan perasaan yang dapat dimengerti antar masing-masing anggota organisasi.

 

Jenis Budaya Perusahaan


1). Berorientasi pada Pemenuhan Kepuasan Diri
  • Mengutamakan kepuasan para pegawainya.
  • Setiap masalah ditangani dengan cara kekeluargaan.
  • Para karyawan diberi kebebasan dalam bekerja asal sesuai target.
  • Aturan diberlakukan tidak terlalu ketat agar karyawan tidak merasa terkekang.
  • Contoh: perusahaan keluarga, perusahaan berskala kecil.

2). Berorientasi pada Proyek
  • Profesionalitas adalah segalanya. Kemampuan seseorang lebih penting daripada kelakuan atau penampilan.
  • Kerja tim sangat dibutuhkan.
  • Hasil dan target kerja sangat penting sehingga sistem punishment and reward sering digunakan.
  • Bekerja sesuai job description sangat dihargai.
  • Contoh: perusahaan yang bergerak di bidang penelitian  dan pengembangan.

3). Berorientasi pada Peran
  • Sangat birokratis, sehingga semua prosedur harus sesuai aturan dan garis hirarki.
  • Pekerjaan dilakukan secara teratur, sistematis, dan rutin.
  • Aturan diutamakan daripada kreativitas pegawai. Bekerja sesuai aturan lebih dihargai daripada melanggar meski hasilnya bagus.
  • Pegawai diharuskan mengikuti aturan yang ditetapkan dari atas.
  • Contoh: perusahaan minyak.

 

4). Berorientasi pada Kekuasaan
  • Atasan selalu benar, dan harus diperlakukan layaknya orang tua di sebuah keluarga.
  • Sistem kerja seperti sebuah keluarga, setiap karyawan harus saling membantu dan melindungi satu sama lain.
  • Tidak ada standar kerja yang baku setiap saat bisa berubah sesuai keinginan atasan. Jenjang struktural dan aturan seringkali tidak dipakai.
  • Kedekatan dengan atasan mempengaruhi promosi.
  • Contoh: partai politik, perusahaan pemerintah.

 

Tata Kelola Perusahaan (corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.

 

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Kita sering mendengar banyak perusahaan yang terpuruk karena tata pemerintahan sebuah perusahaan tersebut tidak baik sehingga banyak fraud atau praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi, sehingga terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, yang mengakibatkan tidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan tersebut. artinya, bisa dikatakan jika perusahaan tersebut tidak menerapkan Corporate Governance dengan baik.

Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 2012). Maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan – perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat, maka untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan komisaris sebagai salah satu wacana penegakan GCG.

Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan-perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN (Budiati, 2012).

Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.

Berikut pengerti GCG menurut beberapa pakar sebagai berikut :

Menurut Cadbury Commitee of United Kingdom (1922) :” Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”. 

Muh. Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Soekrisno Agoes (2006), Tata Kelola Perusahaan yang baik adalah : Sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Disebut juga sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya. 

Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes,2006) menjelaskan tatakelola perusahaan yang baik adalah “Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain. Dimana hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan, cara pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan”.

Dari pendapat pakar diatas dapat dikatakan bahwa good corporate governance (GCG) adalah seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan antara para pengelola perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada kualitas GCG menunjukan peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan pada penilaian pasar (Cheung, 2011).

 

Manfaat GCG

Menurut Tjager dkk (2003) menjelaskan manfaat GCG sebagai berikut :

  • Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
  • Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
  • Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
  • Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
  • Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain: (1) mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen; (2) mengurangi biaya modal (Cost of Capital); (3) meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang; (4) menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

 

TEORI KEAGENAN (AGENCY THEORY)

"Agency theory originates from the problems of risk sharing between principal and agents (Daily et al., 2003).""Teori agensi berasal dari masalah pembagian risiko antara prinsipal dan agen.”

Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). 

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.

Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).

Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan. 

Pertama, dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang.

Ketiga, institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.

 

Tata Kelola Perusahaan

PT Lippo General Insurance Tbk (Perseroan) menempatkan aspek Tata Kelola Perusahaan sebagai landasan dari komitmen Perseroan untuk membangun kepercayaan dan reputasi yang baik dari seluruh pemegang saham dan pemangku kepentingan.

Praktik tata kelola perusahaan di Perseroan mengadaptasi kaidah kaidah Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) yang berlaku di Indonesia dengan tujuan untuk membangun bisnis yang beretika menuju Good Corporate Citizen.

Pedoman pelaksanaan GCG di Perseroan disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK Nomor 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (“POJK No.2/POJK.05/2014”) serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya dan  menjunjung tinggi penegakkan prinsip Transparansi (Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungjawaban (Responsibility), Kemandirian (Independency) dan Kesetaraan/Kewajaran (Fairness) dalam seluruh kegiatan bisnis dan operasional Perseroan.


Tujuan dari penerapan GCG di Perseroan antara lain untuk:

  1. Memastikan keberlanjutan usaha Perseroan secara jangka panjang.
  2. Memastikan tercapainya target dan sasaran Perseroan.
  3. Meningkatkan kepercayaan terhadap Perseroan, baik dari pihak internal maupun eksternal.
  4. Meningkatkan keunggulan kompetitif Perseroan di tengah persaingan industri asuransi di Indonesia, dan
  5. Melindungi kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan dengan memprioritaskan kepatuhan Perseroan terhadap seluruh peraturan perundang-undangan.

Perwujudan komitmen GCG tersebut didukung oleh keberadaan pedoman tata kelola perusahaan, piagam komite audit dan piagam audit internal serta organ-organ perusahaan yang memiliki pemisahan tugas dan tanggung jawab secara jelas dan terbebas dari segala bentuk benturan kepentingan.


Hubungan dan Struktur Organisasi Perusahaan

Pengelolaan Perseroan dilaksanakan melalui struktur yang terdiri dari tiga organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi. Selain itu, praktik GCG Perseroan juga didukung oleh keberadaan Komite Audit sebagai Komite di bawah Dewan Komisaris dan Sekretaris Perusahaan Perseroan yang berfungsi sebagai liason officer Perseroan dengan pemangku kepentingan. Komposisi susunan Dewan Komisaris dan Direksi telah disesuaikan dengan yang disyaratkan POJK No.2/POJK.05/2014, yaitu sebagai berikut :

 

Susunan Dewan Komisaris

Jabatan

Benny Haryanto Djie

Presiden Komisaris

Purnomo Utoyo

Komisaris Independen

Frans Lamury

Komisaris Independen

 

Susunan Direksi

Jabatan

Agus Benjamin

Presiden Direktur

Johannes Agus

Direktur

Gilbert D. Naibaho

Direktur


Komite-Komite
Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan telah menyusun Komite-Komite yang dipersyaratkan sesuai POJK No.2/POJK.05/2014 untuk membantu pelaksanaan GCG di Perseroan, yang terdiri dari :

  1. Komite Audit (lihat lampiran)

Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam memantau dan memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan pelaksanaan tugas auditor internal dan auditor eksternal dengan melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian internal termasuk proses pelaporan keuangan.

  1. Komite Investasi (lihat lampiran)

Komite Investasi membantu Direksi dalam melaksanakan pengelolaan investasi dalam Perseroan termasuk merumuskan dan menetapkan kebijakan investasi dengan prinsip kehati-hatian, mengawasi pelaksanaan kebijakan investasi yang telah ditetapkan oleh Perseroan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang perasuransian dan pasar modal yang berkaitan dengan investasi, menyempurnakan secara periodik kebijakan dan strategi investasi, mengusulkan kepada Direksi maupun satuan kerja yang mengelola investasi untuk alternatif instrumen investasi yang kompetitif dan aman, serta menjaga kesuaian antara investasi dan kewajiban dengan memperhatikan pedoman kebijakan dan strategi invetasi Perseroan yang diatur secara tersendiri.

  1. Komite Kebijakan Tata Kelola (lihat lampiran)

Komite Kebijakan Tata Kelola membantu Dewan Komisaris dalam hal mengkaji kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang disusun oleh Direksi dan menilai konsistensi penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, termasuk yang berkaitan dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial Perusahaan (corporate social responsibility).

  1. Komite Pemantau Risiko (lihat lampiran)

Komite Pemantau Risiko membantu Dewan Komisaris dalam memantau pelaksanaan manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh Perseroan.

  1. Komite Pengembangan Produk (lihat lampiran)

Komite Pengembangan Produk bertanggungjawab kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengembangan produk asuransi dalam menyusun rencana strategis pengembangan dan pemasaran produk asuransi sebagai bagian dari rencana strategis kegiatan usaha Perseroan serta mengevaluasi kesesuaian dan kinerja prosuk asuransi yang akan dipasarkan.

  1. Komite Remunerasi dan Nominasi (lihat lampiran)

Komite Remunerasi dan Nominasi membantu Dewan Komisaris dalam menentukan kebijakan remunerasi serta kriteria seleksi dan prosedur nominasi calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan pejabat eksekutif Perseroan.

 

Kode Etik Perusahaan 

Dalam rangka mendorong partisipasi dalam pengembangan dan implementasi tindakan yang menguntungkan masyarakat dan stakeholder dan dengan demikian mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Perseroan, Perseroan berpedoman pada Kode Etik Perseroan dan nilai-nilai budaya Perseroan.

Berikut ini adalah beberapa poin-poin penting Kode Etik tersebut yang berlaku bagi Dewan Komisaris, Direksi dan seluruh karyawan. Kode Etik menjadi pedoman dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai Perseroan dan etika bisnis:

  • Integritas

Para karyawan Perseroan dituntut untuk memberikan layanan profesional dengan integritas.  Integritas menempatkan kejujuran di atas keuntungan  dan kepentingan pribadi.

  • Objektivitas

Para karyawan Perseroan diharuskan untuk menjaga objektivitas dan menginformasikan kepada Presiden Direktur Perseroan bila terjadi konflik antara kepentingan pribadinya dengan kepentingan Perseroan atau klien. Para karyawan Perseroan dilarang untuk terlibat dalam transaksi pribadi dan diharuskan untuk menghindari konflik kepentingan dengan klien untuk menjaga obyektivitas dalam pengambilan keputusan.

  • Gratifikasi

Karyawan Perseroan beserta keluarganya dilarang menerima segala bentuk gratifikasi, jasa, pinjaman, atau perlakuan khusus dari klien, pemasok atau mitra bisnis lainnya dalam kaitannya dengan kegiatan bisnis di masa lalu, sekarang dan masa depan dengan Perseroan. Pengecualian adalah gratifikasi yang tidak dalam bentuk uang tunai dengan nilai di bawah Rp 1 juta, atau gratifikasi yang dapat dibalas seperti makan siang/ makan malam.  Gratifikasi dengan nilai di atas Rp 1 juta harus dilaporkan kepada Direksi.

  • Informasi tentang hak kepemilikan dan informasi rahasia

Selama dan setelah masa jabatan di Perseroan,  karyawan dilarang membocorkan informasi tentang hak kepemilikan dan informasi rahasia tentang Perseroan, klien atau pemasok kepada pihak ketiga kecuali dengan kewenangan Direksi Perseroan atau pihak lainnya yang berwenang berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Informasi tersebut meliputi rencana bisnis, daftar klien, informasi karyawan, informasi non public, mengenai klien atau teknologi atau sistem termasuk perangkat lunak.

  • Media dan penerbitan massa

Dalam hal perwakilan dari media, lokal maupun internasional, berupaya untuk mendapatkan informasi dari karyawan tentang Perseroan, karyawan diwajibkan untuk melaporkan hal tersebut kepada Direktur Keuangan. Hanya juru bicara yang ditunjuk, biasanya anggota Direksi, yang berhak untuk berbicara atas nama Perseroan kepada media.

  • Pengelolaan karyawan yang tepat

Perseroan berkomitmen penuh untuk memberikan kesempatan kerja yang sama.  Seluruh karyawan Perseroan berhak atas pengembangan karir sesuai dengan bakat dan kinerja masing-masing. Karyawan dilarang menilai kinerja rekan kerja berdasarkan etnis, kebangsaan, gender, agama atau afiliasi/ hubungan khusus.

  • Pelecehan dan intimidasi

Komunikasi verbal dan tertulis di dalam dan di luar lingkungan kantor harus bebas dari pernyataan yang mengintimidasi orang lain. Karyawan Perseroan dilarang menggunakan sistem komunikasi Perseroan untuk secara elektronik mengirimkan teks atau gambar yang mengandung hinaan etnis, penghinaan ras atau komentar lain yang dapat ditafsirkan sebagai pornografi, pelecehan atau penghinaan terhadap orang lain.

 

 

 

Sumber:
https://www.lippoinsurance.com/tata-kelola-perusahaan/
https://www.academia.edu/18731243/MANAJEMEN_STRATEGIK_-_VISI_MISI_DAN_TUJUAN
http://sharecatatanku.blogspot.com/2015/04/tujuan-jangka-panjang-long-term.html
http://sakinahadikalfeta.blogspot.com/2017/05/corporate-culture-budaya-perusahaan.html
https://accounting.binus.ac.id/2017/06/20/good-corporate-governance-gcg/
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan
https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/

 

 

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...