Kamis, 27 Mei 2021

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Pajak Penghasilan Orang Pribadi

PPh Orang Pribadi

A. OBJEK PAJAK

Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Pada dasarnya Orang Pribadi di klasifikasikan menjadi tiga bentuk penghasilan, yaitu;

      1.   Penghasilan Non-Objek Pajak

      2.   Penghasilan Objek Pajak Final

      3.   Penghasilan Objek Pajak Non-Final

 

OBJEK PAJAK PENGHASILAN

 

1. Penghasilan Non-Objek Pajak

Penghasilan Non-Objek Pajak tidak mempengaruhi nominal perhitungan PPh Orang Pribadi. Penghasilan ini hanya perlu diungkap dalam Formulir 1770-III.

No.

Non Objek PPh Orang Pribadi

1

Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat serta Hibah, sepanjang tidak ada hubungan dengan;

a.

Usaha,

b.

Pekerjaan,

c.

Kepemilikan, atau

d.

Penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan

2

Warisan;

3

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

4

Klaim Asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

5

Beasiswa yang memenuhi persyaratan;

6

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

 
 

2. Penghasilan Objek PPh Final

Ringkasan Penghasilan final terdapat dalam SPT PPh Orang Pribadi Formulir 1770-III

Dalam pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa jenis-jenis penghasilan tertentu pajaknya ditetapkan secara final, diantaranya:

  1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  2. Penghasilan berupa hadiah undian.
  3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
  5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).

 

3. Penghasilan Objek PPh Non-Final

Penghasilan ini terdapat dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770.  Dimana Penghasilan yang tidak dikenakan PPh Final terdiri dari empat jenis penghasilan, yaitu;

  1. Penghasilan neto dalam negeri dari usaha/pekerjaan bebas.
  2. Penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan
  3. Penghasilan neto dalam negeri lainnya; dan
  4. Penghasilan neto Luar negeri.


 
B. Pengurang Penghasilan

Secara umum pengurang penghasilan PPh Orang Pribadi terdiri dari empat kelompok, yaitu;

      1.  Pengurang Penghasilan Bruto

      2.  Zakat atau Sumbangan wajib keagamaan

      3.  Kompensasi Kerugian

      4.  Penghasilan Tidak Kena Pajak

 

1. Pengurang Penghasilan Bruto

Penghasilan Neto di hitung dengan cara mengurangkan penghasilan bruto dengan pengurang penghasilan bruto.

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto - Pengurang Penghasilan Bruto

Pembagian pengurang penghasilan bruto utuk PPh Orang Pribadi terdiri dari dua jenis, yaitu:

a) Penghasilan bruto dari Usaha atau Pekerjaan Bebas 

Pengurang Penghasilan Bruto dari usaha ini secara umum diatur dalam UU PPh, Yaitu:

  • Pasal 6 UU PPh (terkait Deductible expense) dan
  • Pasal 9 UU PPh (terkait Non-Deductible expense)

 

b) Penghasilan bruto dari Pekerjaan

Untuk menghitung Penghasilan Neto dari pekerjaan, Penghasilan Bruto di kurangi Pengurang Penghasilan Bruto dari Pekerjaan seperti;

  • Biaya Jabatan 
  • Biaya Pensiun
  • Iuran Pensiun dan/atau
  • Iuran Jamsostek

 

2. Zakat atau Sumbangan Wajib Keagamaan

Zakat atau Sumbangan Wajib Keagamaan dapat menjadi Pengurang Penghasilan Bruto diatur dalam PMK No. 254 tahun 2010. Zakat dan sumbangan yang dimaksud dalam payung hukum ini adalah:

a) Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak; atau

b) Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

 

3. Kompensasi Kerugian

Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan dengan Deductible expense didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Contoh:

PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :

2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00

2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)

2012 : laba fiskal Rp N I H I L

2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00

2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00

 

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

Tahun

Laba/Rugi

 Perhitungan Kompensasi Rugi Fiskal

2009

Rugi fiskal

         (1.200.000.000)

2010

Laba fiskal

             200.000.000

 

Sisa rugi fiskal

         (1.000.000.000)

2011

Rugi fiskal

            (300.000.000)

 

Sisa rugi fiskal

         (1.000.000.000)

2012

Laba fiskal (Rp N I H I L)

0

 

Sisa rugi fiskal

         (1.000.000.000)

2013

Laba fiskal

             100.000.000

 

Sisa rugi fiskal

            (900.000.000)

2014

Laba fiskal

             800.000.000

 

Sisa rugi fiskal

            (100.000.000)


Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.

 

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Pengurang penghasilan PPh Orang Pribadi selanjutnya adalah berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan PMK No. 101 tahun 2016, besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:

No.

Keterangan

Besar PTKP

1

Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi

54.000.000

2

Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

4.500.000

3

Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

54.000.000

4

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

4.500.000

 

Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak kandung dan orang tua kandung. Sedangkan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah mertua dan anak tiri.

Maka penerapan PTKP berdasarkan status Perkawinannya adalah sebagai berikut:

Status

Penjelasan Status Perkawinan

Besar PTKP

TK/0 atau HB/0

Tidak Kawin/ Hidup Berpisah tanpa ada tanggungan

54.000.000

TK/0 atau HB/1

Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 1 tanggungan

58.500.000

TK/0 atau HB/2

Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 2 tanggungan

63.000.000

TK/0 atau HB/3

Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 3 tanggungan

67.500.000

K/0

Kawin tanpa tanggungan

58.500.000

K/1

Kawin dengan 1 tanggungan

63.000.000

K/2

Kawin dengan 2 tanggungan

67.500.000

K/3

Kawin dengan 3 tanggungan

72.000.000

K/I/0

Kawin tanpa tanggungan & Penghasilan istri digabung

112.500.000

K/I/1

Kawin dengan 1 tanggungan & Penghasilan istri digabung

117.000.000

K/I/2

Kawin dengan 2 tanggungan & Penghasilan istri digabung

121.500.000

K/I/3

Kawin dengan 3 tanggungan & Penghasilan istri digabung

126.000.000

 

Terlihat dari tabel bahwa status Tidak Kawin (TK) sama degan status Hidup Berpisah (HB). Dan Penerapan ketentuan diatas, ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir 1 Februari 2009, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Karena anak kedua pada awal tahun pajak belum ada.

 

C. Tarif PPh Orang Pribadi

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Orang Pribadi adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pasal 17 UU PPh

s.d. Rp. 50 Juta

5%

di atas Rp. 50 juta - Rp. 250 juta

15%

di atas Rp. 250 juta - Rp. 500 Juta

25%

di atas Rp. 500 juta

30%

 

Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada tabel diatas, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp5.050.900 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi Rp5.050.000.

 

D. Contoh Perhitungan PPh Orang Pribadi

1) Menghitung PPh Orang Pribadi Belum menikah

Contoh 1 :

Rahman seorang karyawan, status wajib pajak belum menikah (TK/0)

Gaji per bulan = Rp 6.000.000

Penghasilan neto per tahun = Rp 6.000.000 x 12 = Rp 72.000.000

PTKP = Rp 54.000.000

PKP Andi = Rp 72.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 18.000.000

Pembayaran PPh (tarif 5%) = 5% x Rp 18.000.000 = Rp 900.000

PPh tersebut sudah dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan), sehingga saat melaporkan pajak di SPT Tahunan nihil atau tidak kurang bayar pajak.

 

Contoh 2 :

Santoso seorang karyawan, wajib pajak belum menikah (TK/0)

Gaji per bulan = Rp 10.000.000

Penghasilan neto per tahun = 12 x Rp 10.000.000 = Rp 120.000.000

PKP Santoso = Rp 120.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 66.000.000

PPh progresif :

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 16.000.000 = Rp 2.400.000

Pembayaran PPh = Rp 2.500.000 + Rp 2.400.000 = Rp 4.900.000.

 

2) Menghitung PPh Setelah Menikah

a) NPWP suami istri digabung

Arya menikah dengan Nadhine dan memiliki 2 orang anak (K/2). Arya dan Nadhine bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung.

  • Penghasilan neto setahun Arya = Rp 120.000.000
  • Penghasilan neto setahun Nadhine = Rp 84.000.000
  • PTKP K/2 = Rp 67.500.000
  • PKP Arya = Rp 120.000.000 – Rp 67.500.000 = Rp 52.500.000
  • PPh Arya yang dipotong pemberi kerja :    
        5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
        15% x Rp 2.500.000 = Rp 375.000
  • PPh 21 = Rp 2.500.000 + Rp 375.000 = Rp 2.875.000
  • PKP Nadhine  = Rp 84.000.000 – (PTKP TK/0) Rp 54.000.000 
                          = Rp 30.000.000
  • PPh Nadhine yang sudah dipotong pemberi kerja :

      5% x Rp 30.000.000 = Rp 1.500.000.

Pembayaran PPh Arya dilaporkan dalam SPT Tahunan dan tidak kurang bayar pajak. Sedangkan jumlah PPh Nadhine dilaporkan di SPT Tahunan suami (Arya) dan tidak kurang bayar pajak juga.

 

b) NPWP suami istri dipisah

Arya menikah dengan Nadhine dan memiliki 2 orang anak (K/2). Arya dan Nadhine bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP dipisah.

  • Penghasilan neto setahun Arya   = Rp 120.000.000
  • Penghasilan neto setahun Nadhine  = Rp 84.000.000
  • Penghasilan neto Suami dan Istri :
      Rp 120.000.000 + Rp 84.000.000 = Rp 204.000.000.
  • PTKP K/I/2 = Rp 121.500.000
  • Penghasilan Kena Pajak :
      Rp 204.000.000 – Rp 121.500.000 = Rp 82.500.000
  • Pajak Penghasilan Terutang (Gabungan) :

5% x Rp 50.000.000              = Rp 2.500.000

15% x Rp 32.500.00              = Rp 4.875.000

  • Jumlah PPh Terutang (Gabungan) :
      Rp 2.500.000 + Rp 4.875.000 = Rp 7.375.000
 
  • PPh terutang yang ditanggung Suami (Arya):

      (Rp 120.000.000 / Rp 204.000.000) x Rp 7.375.000 = Rp 4.338.235

  • PPh Arya yang sudah dipotong pemberi kerja = Rp 2.875.000
  • Kurang bayar pajak yang harus dilunasi Arya :

      Rp 4.338.235 – Rp 2.875.000 = Rp 1.463.235

 

  • PPh terutang yang ditanggung Istri (Nadhine) :
      (Rp 84.000.000 / Rp 204.000.000) x Rp 7.375.000 = Rp 3.036.764
  • PPh Nadhine yang sudah dipotong pemberi kerja = Rp 1.500.000
  • Kurang bayar pajak = Rp 3.036.764 – Rp 1.500.000 = Rp 1.536.764.

 


Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...