( Disruptive Innovation )
Oleh : Riki Ardoni
S |
cott Anthony mendefinisikan inovasi sebagai "sesuatu yang berbeda yang berdampak." Itu sepertinya definisi yang masuk akal. Bagaimanapun, untuk berinovasi kita perlu menghasilkan sesuatu yang berbeda. Jika bukan penemuan yang sama sekali baru, maka proses untuk menggunakan teknologi yang ada dengan “cara yang baru”. Itu akan mencakup teknologi penting, seperti Internet dan World Wide Web, sementara juga menyediakan ruang untuk layanan seperti Uber dan Facebook yang memanfaatkan penemuan sebelumnya untuk tujuan baru.
Disruption adalah singkatan Disruptive Innovation. Inovasi yang mendisrupsi (disruptive innovation) adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar, umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar yang lama.
Dengan demikian, Kenapa di istilahkan disruptive (menganggu) karena adanya pergesaran model bisnis dari era analog ke era digital dengan inovasi-inovasi digital yang membuat segalanya menjadi mudah.
Istilah disruptive innovation dicetuskan pertama kali oleh Clayton M. Christensen dan Joseph Bower pada artikel "Disruptive Technologies: Catching the Wave" di jurnal Harvard Business Review (1995).
Renald Khasali dalam bukunya Disruption, secara apik menggambarkan fenomena disruption sebagai sebuah inovasi, yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru, disruptionakan menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologl digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat.
Ekonomi digital akan terus semakin berkembang ke depan seiring perkembangan teknologi. Era teknologi digital menghadirkan disrupsi pada seluruh sektor bisnis. Disrupsi memunculkan pelaku bisnis baru yang tengah euphoria dengan perubahan pola konvensional menjadi digital. Namun sebaliknya, bagi pelaku bisnis yang nyaman dengan pola bisnis konvensional, disrupsi merupakan momok dan awal gulung tikar.
Hadirnya internet membuat semua perusahaan harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sedang terjadi.
Kita tidak bisa mengisolasi diri dari kemajuan teknologi dan inovasi. Pilihannya hanya dua, yaitu mengubah cara dalam menjalankan bisnis atau tidak mau beradaptasi sehingga mengalami kerugian. Ada yang bilang, “ Go online or Good Bye”.
Jangan heran apabila di masa sekarang banyak perusahaan yang perlahan-lahan mengubah sistem bisnisnya menjadi online.
Pada tahun 1970an saat era pabrik es batu sedang dalam era keemasannya, banyak sekali perusahaan-perusahaan es batu bermunculan. Ketika Innovasi lemari es ditemukan, bisnis pabrik es batu pun terganggu. Lambat laun perusahaan es batu bertumbangan karena di disruptive oleh perusahaan lemari es yang memudahkan konsumen membuat es batu sekaligus mendinginkan dan mengawetkan makanan.
“Kami tidak melakukan kesalahan apapun, tiba-tiba kami punah” kata CEO Nokia.
Saat Era ke-emasaan Nokia tiba-tiba di disruptive oleh Innovasi Blackberry. Nokia pun tumbang. Tak lama setelah itu, Blackberry juga tumbang dikalahkan oleh Android yang sekarang masih memimpin pasar posel pintar. Dan benar saja Nokia tidak mengalami kesalahan apapun, hanya saja brand mereka terdisruptive oleh brand yang telah berinovasi, sedangkan Nokia hanya bertahan pada zona nyamannya tidak melakukan Disruption untuk melawan Innovasi perusahaan pesaingnya.
Sedan Biru yang sebelumnya menguasai pangsa pasar transportasi yang kerap kita tau bernama Blubird, telah didisruptive oleh Si Hijau yaitu Go-Jek bahkan nyaris tanpa warna khas (Go-Car).
Ketika dulu jika kita hendak mencari barang belanjaan kita harus ke pasar tradisonal, sekarang kita hanya menggunakan jari saja kita bisa pilih barang yang kita ingin kan sesuai harga yang kita inginkan. Dan pasar-pasarpun mulai terganggu dan bertumbangan.
HAL PENTING DALAM DISRUPSI
Rhenald Kasali dalam kompas.com mengungkapkan bahwa terdapat 5 (lima) hal penting dalam disrupsi yaitu:
- Disrupsi berakibat terhadap penghematan banyak biaya melalui proses bisnis yang menjadi lebih simpel.
- Disrupsi membuat kualitas apapun yang dihasilkannya lebih baik ketimbang yang sebelumnya. Kalau lebih buruk, jelas itu bukan disrupsi. Lagipula siapa yang mau memakai produk/jasa yang kualitasnya lebih buruk?
- Disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru, atau membuat mereka yang selama ini ter-eksklusi menjadi ter-inklusi. Membuat pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka.
- Produk/jasa hasil disrupsi ini harus lebih mudah diakses atau dijangkau oleh para penggunanya. Seperti juga layanan ojek atau taksi online, atau layanan perbankan dan termasuk financial technology, semua kini tersedia di dalam genggaman, dalam smartphone
- Disrupsi membuat segala sesuatu kini menjadi serba smart. Lebih pintar, lebih menghemat waktu dan lebih akurat.
CONTOH DISRUPTION DI DUNIA BISNIS
Salah satu contoh yang melekat dalam ingatan kita adalah PT Pos Indonesia yang Tergerus Kemajuan Teknologi. Pasang surut mewarnai perjalanan panjang dua setengah abad PT. Pos Indonesia (Persero). Pos Indonesia yang merupakan salah satu BUMN tertua di Indonesia ini menjadi salah satu perusahaan jasa dengan jaringan distribusi terbesar di Indonesia yang layanannya tersebar di 24.000 titik.
Masa-masa kejayaan perposan sendiri ada pada periode 1970 hingga 1980-an. Namun, Pos Indonesia mengalami penurunan kinerja usahanya di mulai sejak tahun 2000 an. Bisnis surat pos pada periode tersebut mengalami penurunan drastis. Pos Indonesia punya perangko! Namun siapa yang masih butuh perangko di era milenial saat ini? tentu jawabannya tidak satu pun!. Maraknya layanan pesan singkat (SMS) melalui ponsel dan internet seperti pesan Email dan Whatsapp dan belakangan via virtual aplikasi Zoom dan google meet telah menggantikan peran surat pos individu. Demikian juga persaingan kiriman barang dengan para perusahaan kurir swasta seperti JNE, JNT, Ninja, Anter Aja dll kian membuat pangsa pasar Pos Indonesia tergerus. Dan Keadaan tersebut memaksa Pos Indonesia untuk berubah dan melakukan transformasi bisnis.
Cara Menghadapi Disruption
Lantas bagaimana cara menghadapi era disrupsi yang akan selalu terjadi dalam dunia bisnis ini? Menurut saya kuncinya adalah adaptasi, karena disrupsi itu merupakan suatu perubahan dalam lingkungan bisnis, dan tentunya adaptasilah yang dapat menjadi obatnya. Berikut adalah 7 (tujuh) cara yang menurut saya dapat dilakukan oleh bisnis dalam menghadapi era disrupsi ini agar bisnis tidak kehilangan pelanggannya atau bahkan mati.
1. Trend Watching
Cara menghadapi era disrupsi yang pertama adalah melakukan Trend watching yaitu kegiatan dalam memantau perubahan trend dalam lingkungan bisnis. Dengan selalu memantau lingkungan, maka bisnis akan selalu mengetahui perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi sehingga gejala-gejala timbulnya disrupsi akan terdeteksi secara dini. Komponen-komponen yang harus dipantau yaitu trend teknologi, ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan alam. Informasi dari trend watching dapat digunakan untuk melakukan adaptasi dan antisipasi, sehingga efek dari disrupsi dapat diminimalisir, atau bahkan bisa jadi agent of disruption, yaitu pelaku bisnis yang menjadi pionir dalam disrupsi.
2. Research
Cara menghadapi era disrupsi selanjutnya adalah melakukan riset. Agar trend watching yang dilakukan hasilnya dapat lebih meyakinkan, maka harus dilakukan dengan pendekatan riset. Karena dengan riset informasi yang didapat dapat dipertanggungjawabkan mengenai kesahihan dan keabsahannya, karena dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu bisnis di era ini harus memiliki fungsi riset, yang biasa dinamakan R&D (research & development).
3. Risk Management
Cara menghadapi era disrupsi yang ketiga yaitu selalu melakukan pengelolaan terhadap resiko. Lingkungan yang terdisrupsi pada dasarnya akan menjadi pemicu dari resiko bisnis. Oleh karena itu, bisnis harus selalu dapat mengelola disrupsi sebagai suatu peril dalam resiko, dan bisa dikatakan bahwa disrupsi itu harus dikelola, dan menurut saya risk management disini dapat difokuskan kepada disruption management yang isinya bagaimana disrupsi diidentifikasi, dianalisis dan dievaluasi, sehingga bisnis dapat memiliki ruang dan waktu untuk mengantisipasi gejala disrupsi yang akan terjadi.
4. Inovation
Cara menghadapi era disrupsi yang ke-empat adalah melakukan inovasi, yaitu membuat terobosan-terobosan baru atau penyesuaian-penyesuaian pada bisnis yang lama agar lebih sesuai dengan era dimana masa disrupsi terjadi. Inovasi dapat dilakukan jika peristiwa tersebut sudah terlanjur terjadi dan dapat berhasil pada bisnis yang mau melakukan perubahan. Contohnya adalah bisnis yang murni offline, membuat inovasi dengan meluncurkan versi online.
5. Switching
Cara menghadapi era disrupsi yang ke-lima adalah switching atau memutar haluan bisnis. Cara ini dapat dilakukan Jika bisnis yang ada tidak lagi bisa diotak-atik atau dimodifikasi, maka solusinya adalah harus berani putar haluan atau mematikan produk yang sudah dimiliki. Contohnya Telkom yang selalu berani untuk mematikan atau mengkanibalisasi produknya sendiri seperti telepon kabel yang diganti dengan nir-kabel dll.
6. Partnership
Cara menghadapi era disrupsi yang ke-enam yaitu melakukan strategi partnership. Era disrupsi pada masa ini membuat bisnis sulit untuk bertempur sendiri karena persaingan sudah sangat kompleks dan proses bisnis sudah ter-inklusi. Oleh karena itu solusinya adalah dengan melakukan kolaborasi dan aliansi-aliansi strategis mulai dari sisi input sampai output dalam supply chain agar bisnis menjadi lebih efektif dan efisien.
7. Change Management
Cara menghadapi era disrupsi yang terakhir adalah dengan melakukan change management. Hal ini dapat dilakukan untuk merubah pola pikir dan kesadaran dari elemen sumber daya manusia dalam organisasi bisnis agar dapat bahu-membahu melakukan perubahan. Karena efek disrupsi itu dapat merubah segala hal tak terkecuali pada budaya organisasi dalam melakukan proses bisnisnya. Oleh karena itu solusinya adalah organisasi harus dapat berubah menyesuaikan budaya organisasi di era disrupsi yang ada.
Go Online or Good Bye -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar