Rabu, 21 April 2021

Benefit in cash (Imbalan Tunai) & Benefit in Kind (Imbalan Non Tunai)

Benefit in cash & Benefit in Kind

Benefit in cash merupakan semua imbalan yang diterima karyawan dalam bentuk tunai. Contoh yang paling mudah adalah gaji setiap bulannya. Selain itu dapat diperhitungkan segala bentuk tunjangan yang bersifat tunai seperti tunjangan transportasi, tunjangan makan, tunjangan lembur, dan sebagainya. sedangkan Benefit in Kind yaitu semua imbalan Non tunai yang kita berikan kepada karyawan kita.

Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, menjelaskan penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang.

Jadi benefit in kind dapat dalam bentuk Natura ataupun dalam bentuk kenikmatan. Kendati sama-sama merupakan imbalan non tunai, keduanya memiliki sedikit perbedaan di mana natura merupakan imbalan dalam bentuk barang atau fisik, sedangkan kenikmatan merupakan imbalan dalam bentuk fasilitas. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula dan sebagainya. Sedangkan imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah dan fasilitas pengobatan.

Perlakuan pajak atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan terbagi menjadi dua: 

 

1)   Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Sebagai Objek Pajak Dan Non Objek Pajak.

Secara umum, berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d, imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah bukanlah objek PPh.

Namun, terdapat pengecualian tertentu yang menjadikan imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh sehingga dikenai pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh. Pengecualian ini terjadi jika imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan diberikan oleh :

a. Bukan oleh wajib pajak (Pasal 3 UU PPh),

b. Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final, atau

c. Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit).

Wajib pajak yang dikenai PPh bersifat final misalnya wajib pajak usaha jasa konstruksi. Sementara itu, wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan deemed profit di antaranya wajib pajak Perusahaan sewa pesawat (KemenKeu No. 475/KMK.04/1996).


 

Sebagai ilustrasi PT. Penyewaan Gudang dan PT. Penyewaan Alat Berat, sama-sama memberikan imbalan kesehatan yang sama kepada karyawannya.


1.  Semua imbalan yang diberikan kepada karyawan PT. Penyewaan Gudang merupakan Objek PPh

2.  Sedangkan imbalan kepada PT. Penyewaan Alat Berat berupa:

  • Tunjangan kesehatan dan Medical Check up merupakan Objek PPh karena dalam bentuk cash/tunai.   
  • Khusus premi asuransi kesehatan, PT. Penyewaan Alat Berat  berpegangan pada Pasal 9 ayat (1) huruf d. Jika dibiayakan atau menjadi deductible expense, premi menjadi Objek PPh 21. Akan tetapi jika tidak dibiayakan, premi menjadi bukan objek Pajak PPh 21. 
  • Selanjutnya seorang karyawan PT. Penyewaan Alat Berat yang mendapatkan perawatan kesehatan dari suatu rumah sakit, dan rumah sakit itu menerima pembayaran secara tunai dari pemberi kerja, maka balas jasa yang diterima karyawan tersebut merupakan kenikmatan dan bukan objek PPh. 
  • Oleh karena itu, kendati pemberi kerja melakukan pembayaran dalam bentuk tunai, pembayaran tersebut dilakukan kepada pihak ketiga bukan kepada karyawan. Dengan demikian, pembayaran kepada rumah sakit itu merupakan nondeductible expense bagi pemberi kerja. 
  • Sementara, apabila pengantian biaya perawatan tersebut diberikan secara tunai kepada pegawai baik secara langsung maupun dimasukkan dalam unsur gaji bulanan pegawai, biaya penggantian ini merupakan objek PPh.

 

2)  Imbalan dalam bentuk Natura dan Kenikmatan Sebagai Deductible dan Nondeductible Expense.

Secara umum berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang atas penghasilan bruto dari pemberi kerja (nondeductible expense). Namun, terdapat beberapa pengecualian untuk tujuan tertentu sehingga natura/kenikmatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expense).

Adapun ketentuan natura dan/atau kenikmatan yang dapat menjadi deductible expense tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 167/PMK.03/2018. Dimana dalam ketentuan itu terdapat tiga jenis imbalan natura dan/atau kenikmatan yang dapat menjadi deductible expense dari pemberi kerja, yaitu:

  • Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
  • Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam rangka menunjang kebijakan pembangunan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
  • Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

Natura dan kenikmatan yang diberikan oleh pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) PMK No. 167/PMK.03/2018 diatas bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya.

Sebagai tambahan yang sering kita jumpai, dari aturan di atas jelas bahwa biaya makan, minum, snack untuk meeting internal perusahaan tidak boleh dibiayakan karena tidak disediakan untuk seluruh pegawai melainkan hanya untuk yang rapat saja.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...