PPh Orang Pribadi
A. OBJEK PAJAK
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Pada dasarnya Orang Pribadi di klasifikasikan menjadi tiga bentuk penghasilan, yaitu;
1. Penghasilan Non-Objek Pajak
2. Penghasilan Objek Pajak Final
3. Penghasilan Objek Pajak Non-Final
1. Penghasilan Non-Objek Pajak
Penghasilan Non-Objek Pajak tidak mempengaruhi nominal perhitungan PPh Orang Pribadi. Penghasilan ini hanya perlu diungkap dalam Formulir 1770-III.
No. |
Non Objek PPh Orang Pribadi |
|
1 |
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat serta Hibah, sepanjang tidak ada hubungan dengan; |
|
a. |
Usaha, |
|
b. |
Pekerjaan, |
|
c. |
Kepemilikan, atau |
|
d. |
Penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan |
|
2 |
Warisan; |
|
3 |
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; |
|
4 |
Klaim Asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; |
|
5 |
Beasiswa yang memenuhi persyaratan; |
|
6 |
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; |
2. Penghasilan Objek PPh Final
Ringkasan Penghasilan final terdapat dalam SPT PPh Orang Pribadi Formulir 1770-III.
Dalam pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa jenis-jenis penghasilan tertentu pajaknya ditetapkan secara final, diantaranya:
- Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
- Penghasilan berupa hadiah undian.
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
- Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).
3. Penghasilan Objek PPh Non-Final
Penghasilan ini terdapat dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770. Dimana Penghasilan yang tidak dikenakan PPh Final terdiri dari empat jenis penghasilan, yaitu;
- Penghasilan neto dalam negeri dari usaha/pekerjaan bebas.
- Penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan
- Penghasilan neto dalam negeri lainnya; dan
- Penghasilan neto Luar negeri.
Secara umum pengurang penghasilan PPh Orang Pribadi terdiri dari empat kelompok, yaitu;
1. Pengurang Penghasilan Bruto
2. Zakat atau Sumbangan wajib keagamaan
3. Kompensasi Kerugian
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak
1. Pengurang Penghasilan Bruto
Penghasilan Neto di hitung dengan cara mengurangkan penghasilan bruto dengan pengurang penghasilan bruto.
Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto - Pengurang Penghasilan Bruto
Pembagian pengurang penghasilan bruto utuk PPh Orang Pribadi terdiri dari dua jenis, yaitu:
a) Penghasilan bruto dari Usaha atau Pekerjaan Bebas
Pengurang Penghasilan Bruto dari usaha ini secara umum diatur dalam UU PPh, Yaitu:
- Pasal 6 UU PPh (terkait Deductible expense) dan
- Pasal 9 UU PPh (terkait Non-Deductible expense)
b) Penghasilan bruto dari Pekerjaan
Untuk menghitung Penghasilan Neto dari pekerjaan, Penghasilan Bruto di kurangi Pengurang Penghasilan Bruto dari Pekerjaan seperti;
- Biaya Jabatan
- Biaya Pensiun
- Iuran Pensiun dan/atau
- Iuran Jamsostek
2. Zakat atau Sumbangan Wajib Keagamaan
Zakat atau Sumbangan Wajib Keagamaan dapat menjadi Pengurang Penghasilan Bruto diatur dalam PMK No. 254 tahun 2010. Zakat dan sumbangan yang dimaksud dalam payung hukum ini adalah:
a) Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak; atau
b) Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
3. Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan dengan Deductible expense didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Contoh:
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Tahun |
Laba/Rugi |
Perhitungan Kompensasi Rugi Fiskal |
2009 |
Rugi fiskal |
(1.200.000.000) |
2010 |
Laba fiskal |
200.000.000 |
|
Sisa rugi fiskal |
(1.000.000.000) |
2011 |
Rugi fiskal |
(300.000.000) |
|
Sisa rugi fiskal |
(1.000.000.000) |
2012 |
Laba fiskal (Rp N I H I L) |
0 |
|
Sisa rugi fiskal |
(1.000.000.000) |
2013 |
Laba fiskal |
100.000.000 |
|
Sisa rugi fiskal |
(900.000.000) |
2014 |
Laba fiskal |
800.000.000 |
|
Sisa rugi fiskal |
(100.000.000) |
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pengurang penghasilan PPh Orang Pribadi selanjutnya adalah berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan PMK No. 101 tahun 2016, besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:
No. |
Keterangan |
Besar PTKP |
1 |
Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi |
54.000.000 |
2 |
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin |
4.500.000 |
3 |
Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami |
54.000.000 |
4 |
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. |
4.500.000 |
Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak kandung dan orang tua kandung. Sedangkan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah mertua dan anak tiri.
Maka penerapan PTKP berdasarkan status Perkawinannya adalah sebagai berikut:
Status |
Penjelasan Status Perkawinan |
Besar PTKP |
TK/0 atau HB/0 |
Tidak Kawin/ Hidup Berpisah tanpa ada tanggungan |
54.000.000 |
TK/0 atau HB/1 |
Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 1 tanggungan |
58.500.000 |
TK/0 atau HB/2 |
Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 2 tanggungan |
63.000.000 |
TK/0 atau HB/3 |
Tidak Kawin/ Hidup Berpisah dengan 3 tanggungan |
67.500.000 |
K/0 |
Kawin tanpa tanggungan |
58.500.000 |
K/1 |
Kawin dengan 1 tanggungan |
63.000.000 |
K/2 |
Kawin dengan 2 tanggungan |
67.500.000 |
K/3 |
Kawin dengan 3 tanggungan |
72.000.000 |
K/I/0 |
Kawin tanpa tanggungan & Penghasilan istri digabung |
112.500.000 |
K/I/1 |
Kawin dengan 1 tanggungan & Penghasilan istri digabung |
117.000.000 |
K/I/2 |
Kawin dengan 2 tanggungan & Penghasilan istri digabung |
121.500.000 |
K/I/3 |
Kawin dengan 3 tanggungan & Penghasilan istri digabung |
126.000.000 |
Terlihat dari tabel bahwa status Tidak Kawin (TK) sama degan status Hidup Berpisah (HB). Dan Penerapan ketentuan diatas, ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir 1 Februari 2009, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Karena anak kedua pada awal tahun pajak belum ada.
C. Tarif PPh Orang Pribadi
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Orang Pribadi adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pasal 17 UU PPh |
s.d. Rp. 50 Juta |
5% |
di atas Rp. 50 juta - Rp. 250 juta |
15% |
di atas Rp. 250 juta - Rp. 500 Juta |
25% |
di atas Rp. 500 juta |
30% |
Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada tabel diatas, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp5.050.900 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi Rp5.050.000.
D. Contoh Perhitungan PPh Orang Pribadi
1) Menghitung PPh Orang Pribadi Belum menikahContoh 1 :
Rahman seorang karyawan, status wajib pajak belum menikah (TK/0)
Gaji per bulan = Rp 6.000.000
Penghasilan neto per tahun = Rp 6.000.000 x 12 = Rp 72.000.000
PTKP = Rp 54.000.000
PKP Andi = Rp 72.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 18.000.000
Pembayaran PPh (tarif 5%) = 5% x Rp 18.000.000 = Rp 900.000
PPh tersebut sudah dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan), sehingga saat melaporkan pajak di SPT Tahunan nihil atau tidak kurang bayar pajak.
Contoh 2 :
Santoso seorang karyawan, wajib pajak belum menikah (TK/0)
Gaji per bulan = Rp 10.000.000
Penghasilan neto per tahun = 12 x Rp 10.000.000 = Rp 120.000.000
PKP Santoso = Rp 120.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 66.000.000
PPh progresif :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 16.000.000 = Rp 2.400.000
Pembayaran PPh = Rp 2.500.000 + Rp 2.400.000 = Rp 4.900.000.
2) Menghitung PPh Setelah Menikah
a) NPWP suami istri digabung
Arya menikah dengan Nadhine dan memiliki 2 orang anak (K/2). Arya dan Nadhine bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP sudah digabung.
- Penghasilan neto setahun Arya = Rp 120.000.000
- Penghasilan neto setahun Nadhine = Rp 84.000.000
- PTKP K/2 = Rp 67.500.000
- PKP Arya = Rp 120.000.000 – Rp 67.500.000 = Rp 52.500.000
- PPh Arya yang dipotong pemberi kerja :
15% x Rp 2.500.000 = Rp 375.000
- PPh 21 = Rp 2.500.000 + Rp 375.000 = Rp 2.875.000
- PKP Nadhine = Rp 84.000.000 – (PTKP TK/0) Rp 54.000.000
- PPh Nadhine yang sudah dipotong pemberi kerja :
5% x Rp 30.000.000 = Rp 1.500.000.
Pembayaran PPh Arya dilaporkan dalam SPT Tahunan dan tidak kurang bayar pajak. Sedangkan jumlah PPh Nadhine dilaporkan di SPT Tahunan suami (Arya) dan tidak kurang bayar pajak juga.
b) NPWP suami istri dipisah
Arya menikah dengan Nadhine dan memiliki 2 orang anak (K/2). Arya dan Nadhine bekerja di perusahaan berbeda, namun NPWP dipisah.
- Penghasilan neto setahun Arya = Rp 120.000.000
- Penghasilan neto setahun Nadhine = Rp 84.000.000
- Penghasilan neto Suami dan Istri :
- PTKP K/I/2 = Rp 121.500.000
- Penghasilan Kena Pajak :
- Pajak Penghasilan Terutang (Gabungan) :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 32.500.00 = Rp 4.875.000
- Jumlah PPh Terutang (Gabungan) :
- PPh terutang yang ditanggung Suami (Arya):
(Rp 120.000.000 / Rp 204.000.000) x Rp 7.375.000 = Rp 4.338.235
- PPh Arya yang sudah dipotong pemberi kerja = Rp 2.875.000
- Kurang bayar pajak yang harus dilunasi Arya :
Rp 4.338.235 – Rp 2.875.000 = Rp 1.463.235
- PPh terutang yang ditanggung Istri (Nadhine) :
- PPh Nadhine yang sudah dipotong pemberi kerja = Rp 1.500.000
- Kurang bayar pajak = Rp 3.036.764 – Rp 1.500.000 = Rp 1.536.764.
Penjelasannya sangat detail kk 🙏dan mudah di pahami Terima kasih banyak kk semoga ilmunya dapat bermanfaat bagi pembaca..
BalasHapus