MEKANISME PEMAJAKAN ATAS PENGHASILAN SEWA
S |
ewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dalam UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf i merupakan Objek Pajak Penghasilan. Pengenaan pajak atas sewa beragam jenisnya. Ada sewa yang dikenai PPh final pasal 4 ayat (2), Ada sewa yang dikenai PPh final pasal 15 UU PPh, Ada sewa yang dikenai PPh final pasal 26 UU PPh ada penghasilan sewa yang di potong PPh non-final pasal 23 atau pasal 15 UU PPh.
Untuk penghasilan sewa, didalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) tidak digunakan istilah “Jasa sewa” atau “Jasa Persewaan”. Sehingga di dalam ketentuan Pasal 23 ada perbedaan penghasilan dari sewa dan dari imbalan jasa.
PENGERTIAN SEWA
Ada dua kosa kata yang digunakan dalam istilah penghasilan sewa yaitu Sewa guna usaha dan sewa. Dua definisi sewa tersebut sampai saat ini masih berlaku dan menjadi acuan.
“Sewa guna usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating lease) untuk digunakan oleh leasse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.” (KMK No. 1169 Tahun 1991).
“sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengunaan harta...merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati” (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-35/PJ/2010).
Istilah sewa guna usaha (leasing) dipakai karena saat itu berlaku PSAK 30. Selanjutnya, PSAK revisian 2007, 2011 dan 2014 tidak lagi menggunakan istilah “Sewa Guna Usaha (SGU)”, tetapi hanya “Sewa” (lease).
PERBEDAAN SEWA DAN PENGHASILAN LAIN (Non-Sewa)
Dalam SE No. 35 tahun 2010 diatas: “ sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta”.
Kita dapat mengambil point penting yang membedakan antara Sewa dan bukan sewa ada pada kalimat setelahnya yaitu “sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati”.
Kalimat tersebut memberikan pengertian batasan bahwa pada saat harta tersebut digunakan oleh satu pihak, harta tersebut tidak dapat digunakan oleh pihak lain secara bersamaan.
Berikut Tabel Perbandingan Jenis Sewa dan pemajakan atas penghasilan dalam UU PPh.
No. |
Jenis Sewa |
Pengenaan PPh |
Landasan Hukum |
|
1 |
Sewa Guna Usaha (SGU) dengan Hak Opsi |
Bukan Objek PPh |
KMK No. 1169 Tahun 1991 |
|
2 |
Sewa Guna Usaha (SGU) Tanpa Hak Opsi |
|
KMK No. 1169 Tahun 1991 |
|
a. |
Sewa Tanah dan/atau Bangunan |
Objek PPh Psl 4 (2) |
PP No. 5 Tahun 2002; PP No. 29 Tahun 1996 |
|
b. |
Sewa Pesawat/Kapal dari lessor (pihak yang menyewakan) Luar Negeri |
Objek PPh Psl 15 |
KMK No. 632 Tahun 1994 |
|
c. |
Sewa Pesawat dari lessor Dalam Negeri |
Objek PPh Psl 15 |
KMK No. 475 Tahun 1996 |
|
d. |
Sewa Kapal dari lessor Dalam Negeri |
Objek PPh Psl 15 |
KMK No. 416 Tahun 1996 |
|
e. |
Sewa harta selain harta diatas dari lessor Luar Negeri = Royalti ** |
Objek PPh Psl 26 |
UU No. 36 Tahun 2008 |
|
f. |
Sewa harta selain harta diatas dari lessor Dalam Negeri |
Objek PPh Psl 23 |
UU No. 36 Tahun 2008 |
**
Di dalam Pemotongan PPh Pasal 23 istilah Sewa dibedakan dengan Royalti. dimana penghasilan atas Sewa dikenakan tarif 2% sedangkan royalti 15%.
Akan tetapi dalam pemotongan PPh Pasal 26, istilah sewa dan royalti dipersamakan. dimana atas Penghasilan Sewa dan royalti sama-sama dikenakan tarif 20%.
Referensi : Prianto Budi S, "BUKU PINTAR PAJAK". Cetakan 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar