Pajak Penghasilan 21 (PPh 21) memiliki perhitungan yang berbeda-beda untuk setiap jenis karyawan. Bagi karyawan tetap dengan penghasilan Rp 4.500.000 atau lebih besar dari Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP 2016) yang berlaku, maka setiap tahunnya akan dikenakan PPh 21. Bagaimana dengan karyawan tidak tetap dan karyawan lepas harian atau borongan?
Dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, karyawan tidak tetap atau karyawan lepas adalah karyawan yang hanya menerima penghasilan apabila karyawan tersebut bekerja, dengan besar penghasilan dihitung berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan, dan penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
JENIS PENDAPATAN YANG BIASA DIPEROLEH OLEH KARYAWAN TIDAK TETAP
Ada beberapa jenis pendapatan yang biasanya didapatkan oleh mereka yang masuk ke dalam kategori karyawan tidak tetap, diantaranya:
- Pendapatan harian: didapat saat karyawan melakukan pekerjaan harian saja
- Pendapatan mingguan: didapat saat karyawan melakukan pekerjaan dan mendapat gaji mingguan
- Pendapatan satuan: didapat saat karyawan menghasilkan satu 1 unit pekerjaan.
- Pendapatan borongan: didapat saat karyawan telah menyelesaikan pekerjaan tertentu secara keseluruhan.
CARA MENGHITUNG PPH 21 UNTUK KARYAWAN TIDAK TETAP
1. Menentukan jumlah upah harian atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari
- Untuk upah mingguan, dibagi dengan jumlah hari bekerja dalam seminggu
- Untuk upah satuan, dikalikan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari
- Untuk upah borongan, dibagi dengan jumlah hari dalam menyelesaikan perkerjaan borongan
2. Tidak ada PPh 21 yang dipotong, jika:
Upah harian atau rata-rata upah harian kurang dari Rp 450.000 dan jumlah kumulatif dalam satu bulan belum melebihi Rp 4.500.000.
3. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi Rp 450.000, lalu dikalikan 5%, jika:
Upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari Rp.450.000 tetapi jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
4. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah dikurangi PTKP sehari lalu dikalikan 5%, jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp.4.500.000, tetapi kurang dari Rp.10.200.000.
5. Berlaku Tarif pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf (a), jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp 10.200.000.
TARIF PPh 21 PEGAWAI TIDAK TETAP
Jumlah Penghasilan Harian |
Penghasilan Kumulatif Sebulan |
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) |
< Rp 450.000 |
< Rp 4.500.000 |
Tidak Dipotong PPh 21 |
> Rp 450.000 |
< Rp 4.500.000 |
5% x (Upah – Rp 450.000) |
< Rp 450.000 |
> Rp 4.500.000 |
5% x (Upah – PTKP/360) |
> Rp 450.000 |
> Rp 4.500.000 |
5% x (Upah – PTKP/360) |
< Rp 450.000 |
> Rp 10.200.000 |
Tarif pada UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf (a) atau 5%. |
> Rp 450.000 |
> Rp 10.200.000 |
Tarif pada UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf (a) atau 5%. |
CONTOH KASUS UPAH HARIAN
1. Bu Dian merupakan karyawan tidak tetap dari perusahaan X. Ia akan bekerja di perusahaan tersebut selama 15 hari saja, sementara upah yang akan didapatkan adalah 175 ribu per hari. Bagaimana cara menghitung pajaknya?
Perhitungan:
- Upah Bu Dian: 175 ribu per hari
- Batas upah harian tanpa potongan per hari (lihat pada tabel): 450 ribu per hari
- Penghasilan kena pajak per hari: 0
Bisa disimpulkan bahwa Bu Dian tidak akan dikenakan PPH 21 karyawan tidak tetap karena batas upah harian tanpa potongan per harinya tidak memenuhi angka yang ditentukan
2. Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2016 bekerja sebagai buruh harian PT Cita Indonesia. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 450.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?
Jawab:
Upah
Sehari =Rp 450.000
Batas upah harian yg tidak dikenakan pajak =(Rp 450.000)
Penghasilan Kena Pajak Sehari = 0
Hari ke-10:
Karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 4.500.000, maka
tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
Hari ke-11:
Karena jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 4.500.000, maka
perhitungan PPh 21 Nurcahyo adalah:
Upah s/d
hari ke-11: 11 x Rp 450.000 = Rp 4.950.000
PTKP sebenarnya: 11 x (Rp 54.000.000 / 360) = (Rp 1.650.000)
PKP s/d hari ke-11 = Rp 3.300.000
PPh 21
terutang: 5% x RP 3.300.000 = Rp 165.000
PPh 21 yang dipotong s/d hari ke-10: (0)
PPh 21 yang dipotong hari ke-11 = Rp 165.000
Sehingga pada hari ke-11, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar:
Rp 450.000 – Rp 165.000 = Rp 285.000
Hari ke-12:
Jika Nurcahyo bekerja sampai hari ke-12, maka perhitungan PPh 21 nya adalah:
Upah
sehari = Rp 450.000
PTKP sebenarnya: Rp 54.000.000 / 360 = (Rp 150.000)
PKP = Rp 300.000
PPh 21 terutang: 5% x Rp 300.000 = Rp 15.000
Sehingga pada hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar:
Rp 450.000 – Rp 15.000 = Rp 435.000
3. Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya, menerima upah sebesar Rp 650.000 per hari. Berapa PPh 21 nya?
Jawab:
Upah sehari
> Rp 450.000: Rp 650.000 – Rp 450.000 = Rp 200.000
PPh 21 harian: 5% x Rp 200.000 = Rp 10.000
Pada hari ke-7, Nanang telah menerima penghasilan sebesar Rp 4.550.000 sehingga sudah lebih dari Rp 4.500.000, maka PPh 21 pada bulan Maret:
Upah s/d
hari ke 7: 7 x Rp 650.000 = Rp 4.550.000
PTKP sebenernya: 7 x (Rp 54.000.000 / 360) = (Rp 1.050.000)
PKP = Rp 3.500.000
PPh 21
terutang: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
PPh 21 yang dipotong s/d hari ke 6: 6 x Rp 10.000 = (Rp 60.000)
PPh 21 yang dipotong hari ke-7: Rp 115.000
Sehingga pada hari ke 7, Nanang menerima upah bersih sebesar:
Rp 650.000 – Rp 115.000 = Rp 535.000
Maka jumlah PPh 21 per hari Nanang Hermawan yang dipotong sejak hari ke-8 dan seterusnya adalah sebesar:
Upah
sehari: Rp 650.000
PTKP sebenarnya: Rp 54.000.000 / 360 = (Rp 150.000)
PKP = Rp 500.000
PPh 21 terutang: 5% x Rp 500.000 = Rp 25.000
4. Andry bekerja sebagai pegawai tetap dan mendapatkan gaji harian sebesar Rp 500.000. Andry berstatus menikah dan memiliki tiga orang anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (premi sebesar 1%) dan Jaminan Kematian (premi sebesar 0,3%). Perusahaannya juga membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 3,7%; Andry pun membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Besarnya PPh 21 harian yang terutang sebesar Rp 2.476. Maka dari itu, PPh 21 dihitung dengan cara di bawah ini.
Jawab
|
Penghasilan Sebulan (26 x Rp 500.000) |
= |
Rp 13.000.000 |
|
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja |
= |
Rp 130.000 |
|
Premi Jaminan Kematian |
= |
Rp 39.000 |
a |
Penghasilan Bruto |
= |
Rp 13.169.000 |
|
|
|
|
|
Pengurang |
|
|
|
Biaya Jabatan (5% x Rp13.169.000 ) |
= |
Rp 500.000 |
|
luran Pensiun |
= |
Rp 25.000 |
|
luran Jaminan Hari Tua |
= |
Rp 260.000 |
b |
Total Pengurang |
= |
Rp 785.000 |
|
|
|
|
c |
Penghasilan Neto Sebulan (a-b) |
= |
Rp 12.384.000 |
|
|
|
|
d |
Penghasilan Neto Setahun (12 x c) |
= |
Rp 148.608.000 |
|
|
|
|
|
PTKP Setahun (K/3) |
|
|
|
WP pribadi |
= |
Rp 54.000.000 |
|
Tambahan karena menikah |
,= |
Rp 4.500.000 |
|
Tambahan tiga orang tanggungan |
= |
Rp 13.500.000 |
e |
PTKP Setahun |
= |
Rp 72.000.000 |
|
|
|
|
f |
Penghasilan Kena Pajak |
= |
Rp 76.608.000 |
|
|
|
|
|
PPh 21 Terutang Setahun |
|
|
|
5% x Rp 50.000.000 |
= |
Rp 2.500.000 |
|
15% x Rp 26.608.000 |
= |
Rp 3.991.200 |
g |
PPh 21 Setahun |
= |
Rp 6.491.200 |
h |
PPh 21 Sebulan (g : 12) |
= |
Rp 540.933 |
CONTOH KASUS UPAH MINGGUAN
1. Marini adalah seorang pegawai tidak tetap yang bekerja sebagai pembuat guci keramik. Upah yang dibayar dihitung dari jumlah guci keramik yang diselesaikan. Jumlah bayarannya sebesar Rp 100.000 per guci keramik dan dibayarkan tiap minggu.
Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan 30 guci keramik dengan upah sebesar Rp 3.000.000. Berapa PPh 21 upah satuan Marini yang diterima mingguan?
a) Upah sehari berjumlah Rp 500.000 (Rp 3.000.000 : 6 hari). Sesuai ketentuan, jumlah upah sebesar Rp 500.000 lebih besar ketimbang ambang batas maksimal Rp 450.000 yang tidak dipotong pajak.
b) Kelebihan kena pajak adalah Rp 500.000 – Rp 450.000 = Rp 50.000
c) Upah seminggu yang terutang pajak adalah Rp 50.000 x 6 = Rp 300.000
d) PPh 21 yang dipotong mingguan adalah 5% x Rp 300.000 = Rp 15.000.
2. Rama, sudah menikah dan memiliki seorang anak, menerima gaji mingguan sebesar Rp 1.750.000. Perusahaan tempatnya bekerja mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, dengan premi Jaminan Kecelakaan Kerja (sebesar 1%) dan Jaminan Kematian (sebesar 0,3%) dibayarkan oleh pemberi kerja. Selain itu, perusahaan juga membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 3,7% dari gaji. Rama sendiri membayar iuran pensiun Rp. 20.000, dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Berapa besar PPh 21 dalam minggu kedua?
Penghasilan
Sebulan (4 x Rp1.750.000) = Rp 7.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja = Rp 70.000
Premi Jaminan Kematian = Rp 21.000
Penghasilan Bruto = Rp 7.091.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% x Rp7.091.000) = Rp 354.550
2. luran Pensiun = Rp 20.000
3. luran Jaminan Hari Tua = Rp 140.000
Total Pengurang = Rp 514.550
Penghasilan
Neto Sebulan = Rp 6.576.450
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 6.576.450) = Rp78.917.400
PTKP
Setahun (K/1)
1. WP Sendiri = Rp 54.000.000
2. Tambahan Menikah = Rp 4.500.000
3. Tambahan 1 Orang Tanggungan = Rp 4.500.000
PTKP Setahun = Rp 63.000.000
Penghasilan
Kena Pajak = Penghasilan Neto Setahun – PTKP Setahun
=
Rp 78.917.400 – Rp 63.000.000
= Rp 15.917.400
PPh
21 Terutang Seminggu
PPh 21 Setahun (5% x Rp 15.917.400) = Rp 795.870
PPh 21 Sebulan (Rp 795.870 : 12) = Rp 66.322,5
PPh 21 Minggu Ke-2 (Rp 66.320,5 : 4) = Rp 16.580
Tidak ada komentar:
Posting Komentar