Senin, 03 Mei 2021

PERLAKUAN PAJAK BENTUK USAHA TETAP Dan CONTOH PERHITUNGANNYA













BENTUK USAHA TETAP

Bentuk Usaha Tetap (Permanent establishment) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

    a. adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia;

    b. tempat usaha bersifat permanen; dan

   c. tempat usaha digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

 
  • Orang pribadi asing adalah orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
  • Badan asing adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

(PMK No. 35 tahun 2019)

 

Bentuk usaha sebagai berikut merupakan bentuk usaha tetap meskipun tidak memenuhi kriteria diatas meliputi:

  • Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  • Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
  • Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia yang menenma premi asuransi atau menanggung risiko di indonesia.

Pengertian usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud penjelasan BUT diatas mencakup segala hal yang dilakukan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan.

 

lebih lanjut dalam Pasal 5, PMK 35 tahun 2019 disebutkan BUT dapat berupa:

  • Tempat kedudukan manajemen;
  • Cabang perusahaan;
  • Kantor perwakilan;
  • Gedung kantor;
  • Pabrik;
  • Bengkel;
  • Gudang;
  • Ruang untuk promosi dan penjualan;
  • Pertambangan dan penggalian sumber alam;
  • Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  • Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
  • Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  • Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
  • Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  • Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
  • Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

 

PERSAMAAN PERLAKUAN PAJAK BUT DENGAN WAJIB PAJAK DALAM NEGERI

Ketentuan perpajakan BUT dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan dalam negeri. Oleh karena itu, setiap tahunnya BUT memiliki kewajiban untuk menghitung, membayar dan menyetor Pajak Penghasilan atas laba yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Tarif perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang sama seperti tarif yang dikenakan terhadap Wajib Pajak Badan yaitu 25% sejak 2010. Namun tarif tersebut di perbaharui berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020, pemerintah menurunkan tarif umum PPh Badan menjadi Sebesar 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021 dan Sebesar 20% yang mulai Berlaku Pada Tahun Pajak 2022.

Pelaporan tersebut dilakukan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan. 

 

PERBEDAAN PERLAKUAN PAJAK BUT DENGAN WAJIB PAJAK DALAM NEGERI

Tentunya terdapat beberapa perbedaan perlakuan diantaranya sebagai berikut:

   1) Bagi Bentuk Usaha Tetap, karena bukan penduduk Indonesia maka orang pribadi atau badan tersebut tidak bisa menikmati Tax Treaty Indonesia dengan negara treaty partner lain.

   2) Perbedaan kedua yaitu laba bersih setelah pajak yang diterima akan dikenakan branch profit tax (pajak penghasilan tambahan yang dikenakan pada penghasilan neto BUT). Artinya, jika laba setelah pajak dari BUT dikirim ke luar negeri, maka akan dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan PPh tahunan yang terutang atau sesuai dengan P3B (tax treaty) yang disepakati. Kemudian Branch Profit Tax tidak dikenakan jika penghasilan setelah pajak BUT seluruhnya ditanamkan kembali di Indonesia.


Rumus Perhitungan Pajak BUT

• PPh Tahunan terutang

=

Penghasilan Kena Pajak x Tarif


• PPh Tahunan yang harus dibayar

=

PPh Tahunan terutang – Kredit Pajak


Branch Profit Tax                         

=

20% x (PKP – PPh Tahunan yang terutang)

 

CONTOH PERHITUNGAN PAJAK BUT

1. PT X merupakan BUT X Ltd Kamboja (non treaty partner) . Pada tahun 2019 laba Rp 6 miliar. Setelah melakukan rekonsiliasi fiskal pada laporan laba rugi, diperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 4,5 miliar. PT X mempunyai kredit pajak berupa PPh Pasal 21 sebesar Rp 200.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 140.000.000. Maka perhitungan pajak yang harus dibayar oleh BUT yaitu:

Perhitungan PPh Tahunan yang terutang

= Rp 4.500.000.000 x 25% = Rp 1.125.000.000

Perhitungan PPh Tahunan yang harus dibayar

= Rp 1.125.000.000 – (Rp 200.000.000+Rp 140.000.000)

= Rp 1.125.000.000 – Rp 340.000.000

= Rp 785.000.000

Perhitungan PPh 26 atau Branch Profit Tax yang harus dibayar

= 20% x (Rp 4.500.000.000-Rp 1.125.000.000)

= 20% x Rp 3.375.000.000

= Rp 675.000.000

 

2. Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia pada tahun 2015 sebesar Rp 17.500.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan yaitu sebesar 25% x Rp 17.500.000.000 = Rp 4.375.000.000. Penghasilan BUT setelah kena pajak yaitu sebesar Rp 13.125.000.000. Hitunglah PPh Pasal 26?

Jawaban:

PPh Pasal 26 yang terutang = 20% x Rp 13.125.000.000 = Rp 2.625.000.000.

Apabila Penghasilan setalah pajak sebesar Rp 13.125.000.000 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang telah diatur, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. (Pasal 26 Ayat (4) UU PPh,  yang dituangkan dalam Peraturan Pelaksana PMK No. 14 tahun 2011)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...