Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau dikenal dengan singkatan PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor.
Pemungutan PPh Pasal 22 terdiri dari yang bersifat final dan tidak final. Dengan demikian untuk PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final dapat kita kreditkan kembali dari total PPh terutang pada akhir tahun ketika kita melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Sebagian besar PPh pasal 22 yang dipungut dicatat sebagai Uang Muka Pajak dikarenakan pemungutannya bersifat Tidak Final. Dimana bagi wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif yang lebih tinggi 100% sepanjang pemungutan Pasal 22 bersifat tidak Final.
Sesuai PMK No. 34 tahun 2017, khusus untuk Impor, dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai impor. Dimana Nilai Impor merupakan nilai rupiah dari Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang di kenakan berdasarkan ketentuan di bidang impor.
Dasar Hukum PPh Pasal 22
- UU PPh No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- PMK 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
- PMK 90/PMK.03/2015 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut PPh Pasal 22
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang & ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam;
b. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Usaha tertentu meliputi:
1.Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2.Badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
3.Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, meliputi :
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang |
PT. Rajawali Nusindo |
PT. Petrokimia Gresik |
PT. Wijaya Karya Beton Tbk |
PT. Pupuk Kujang |
PT. Kimia Farma Apotek |
PT. Pupuk Kalimantan Timur |
PT Kimia Farma Trading & Distribution |
PT. Pupuk Iskandar Muda |
PT. Badak Natural Gas Liquefaction |
PT. Telekomunikasi Selular |
PT. Tambang Timah |
PT. Indonesia Power |
PT. Terminal Petikemas Surabaya |
PT. Pembangkitan Jawa-Bali |
PT. Indonesia Comnets Plus |
PT. Semen Padang |
PT. Bank Syariah Mandiri |
PT. Semen Tonasa |
PT. Bank BRI Syariah, dan |
PT. Elnusa Tbk |
PT. Bank BNI Syariah |
PT. Krakatau Wajatama |
|
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
j. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan; atau
k. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.
Tarif PPh Pasal 22
Berdasarkan PMK 34/PMK.010/2017, besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk pemungutan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
atas:
1. Impor :
a) Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu yang dikenai bea masuk dengan tarif pembebanan tunggal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan, sebesar 10% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
b) Barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebesar 7,5% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
c) Barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebesar 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
d) Barang selain barang sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), dan huruf c) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor;
e) Barang sebagaimana dimaksud pada huruf c) dan huruf d) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor; dan/atau;
f) Barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya. Sebesar 1,5% dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan bakar minyak sebesar:
a) 0,25% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli dari pertamina atau anak perusahaan pertamina;
b) 0,3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli selain dari pertamina atau anak perusahaan pertamina;
c) 0,3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
2. Bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
b. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1. Penjualan semua jenis semen sebesar 0,25%
2. Penjualan kertas sebesar 0,1%
3. Penjualan baja sebesar 0,3%
4. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih, tidak termasuk alat berat, sebesar 0,45%;
5. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3%, dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat, sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f. Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
g. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
h. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan, sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.
Non Objek PPh 22
Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
- Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
- Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai;
- Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
- Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
1) Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2) Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
3) Pembayaran untuk:
a) Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
b) Pemakaian air dan listrik.
- Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
- Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point a dan f dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point d, e, dan g di atas dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Contoh Perhitungannya
1) PT. AAA mengimpor barang dari Kanada dengan harga faktur senilai US$500.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 3% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 5% dari harga faktur.
Bea Masuk (BM) sebesar 10% dan Bea Masuk Tambahan sebesar 6%. Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.550 per dolar Amerika Serikat. Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:
No |
Diketahui |
Perhitungan |
Nilai |
a |
Harga Faktur (Cost) |
|
US$ 500.000 |
b |
Biaya Asuransi (Insurance) |
(3% x US$ 500.000) |
US$ 15.000 |
c |
Biaya Angkut (Freight) |
(5% x US$ 500.000) |
US$ 25.000 |
CIF |
(Cost, Insurance, Freight) |
(a + b + c) |
US$ 540.000 |
d |
CIF (dalam rupiah) |
(540.000 × 14.550) |
Rp 7.857.000.000 |
e |
Bea Masuk |
(10% x Rp 7.857.000.000) |
Rp 785.700.000 |
f |
Bea Masuk Tambahan |
(6% x Rp 7.857.000.000) |
Rp 471.420.000 |
|
Nilai Impor |
(d + e + f) |
Rp 9.114.120.000 |
Perhitungan PPh Pasal 22 jika memiliki API
Jika PT. AAA memiliki angka pengenal impor, maka hitungan PPh Pasal 22 dari impor barang tersebut sebagai berikut:
= Tarif PPh Pasal 22 memiliki API × Nilai Impor |
= 2,5% × Rp 9.114.120.000 |
= Rp 227.853.000 |
Perhitungan PPh Pasal 22 jika tidak memiliki API
Ketika PT. AAA tidak memiliki angka pengenal impor, hitungan PPh Pasal 22 dari impor barang tersebut adalah:
= Tarif PPh Pasal 22 tidak punya API × Nilai Impor |
= 7,5% × Rp 9.114.120.000 |
= Rp 683.559.000 |
2) PT. AAA berkedudukan di Kota Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor untuk Dinas Pendidikan Kota Bogor. Pada tanggal 1 Agustus 2020, PT. AAA melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dengan nilai kontrak sebesar Rp22.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor adalah:
No. |
Diketahui |
Nilai |
1 |
Nilai kontrak termasuk PPN |
Rp 22.000.000 |
2 |
DPP (100/110) x Rp 22.000.000 |
Rp 20.000.000 |
3 |
PPN dipungut (10% dari DPP) |
Rp 2.000.000 |
4 |
PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp 20.000.000) |
Rp 300.000 |
Jadi, besar PPh Pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota Bogor sebesar Rp300.000, karena PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.
Perlu diketahui, atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah yang dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 adalah:
- Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) dengan jumlah kurang dari Rp1.000.000.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
3) PT. AAA merupakan perusahaan pengembang properti yang menjual apartemen dengan nilai Rp50.000.000.000 kepada CCC. Harga jual ini tidak termasuk PPN dan PPnBM. Maka, PPh Pasal atas penjualan barang mewah berupa apartemen ini sebesar:
= |
Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan barang mewah apartemen x Nilai jual barang mewah |
= |
1% x Rp 50.000.000.000 |
= |
Rp 500.000.000 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar