Sabtu, 12 Juni 2021

PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 23 - RIKI ARDONI

PPh 23

PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 23

PPh Pasal 23 merupakan suatu regulasi tentang pengenaan Pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (dividen, bunga, royalti), penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong dalam PPh Pasal 21.

Ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 23 tertuang dalam Pasal 23 UU PPh:

Ayat (1)

“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan Luar Negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan..”

Ayat (3)

“Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

 

PEMOTONG PENGHASILAN PPH PASAL 23

Berdasarkan Ketentuan PPH Pasal 23 Ayat (1) dan Ayat (3) diatas, Pemotong PPh Pasal 23 Wajib hukumnya dilakukan oleh:

1)  Badan pemerintahan 
2)  Subjek pajak badan dalam negeri 
3)  Penyelenggara kegiatan
4)  Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5)  Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, atau  
6)  Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak (KPP)

Subjek Pajak Orang Pribadi (OP) yang ditunjuk DJP sebagai pemotong PPh diatur didalam Ketentuan Dirjen Pajak (Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-50/PJ./1994). disebut sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, adalah :

  • Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. 
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
  • Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.

 

PENERIMA PENGHASILAN PPH PASAL 23

    a) Wajib Pajak (WP) dalam negeri dalam hal ini bisa Orang Pribadi atau  Badan

    b) Bentuk Usaha Tetap (BUT).

 

TARIF DAN OBJEK PPh PASAL 23

Terdapat dua kelompok jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan Pasal 23, yaitu 15% dan 2%. Pengenaan tarif ini tergantung dari objek pajak nya yang mana dijelaskan sebagai berikut:

a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :

1) Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;

2) Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;

3) Royalti; dan

4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

b. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :

1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah atau bangunan.

2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Tarif PPH 23 Bagi Wajib Pajak tidak memiliki NPWP

Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) UU PPh.

 

62 Jenis Jasa Lainnya Objek PPh 23 

Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar lengkap objek PPh Pasal 23, tarif dan cara buat hitung, setor dan e-Filing yang mudah, cepat, aman dan gratis!

Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut: 

 1. Penilai (appraisal);

 2. Aktuaris;

 3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

 4. Hukum;

 5. Arsitektur;

 6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape

 7. Perancang (design);

 8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);

 9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

10.Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

12. Penebangan hutan;

13. Pengolahan limbah;

14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);

15. Perantara dan/atau keagenan;

16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

19. Mixing film;

20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;

21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.

22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;

23. Internet termasuk sambungannya;

24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;

25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 

26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.

28. Maklon;

29. Penyelidikan dan keamanan;

30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;

31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

32. Pembasmian hama;

33. Kebersihan atau cleaning service;

34. Sedot septic tank;

35. Pemeliharaan kolam;

36. Katering atau tata boga;

37. Freight forwarding;

38. Logistik;

39. Pengurusan dokumen;

40. Pengepakan;

41. Loading dan unloading;

42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;

43. Pengelolaan parkir;

44. Penyondiran tanah;

45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;

46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;

47. Pemeliharaan tanaman;

48. Permanenan;

49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;

50. Dekorasi;

51. Pencetakan/penerbitan;

52. Penerjemahan;

53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

54. Pelayanan pelabuhan;

55. Pengangkutan melalui jalur pipa;

56. Pengelolaan penitipan anak;

57. Pelatihan dan/atau kursus;

58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

59. Sertifikasi;

60. Survey;

61. Tester;

62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

 

PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN PPH 23

Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 
  1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3.  Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
  • Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
  • SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  • Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

 

KETENTUAN SAAT TERUTANG, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23

Selain pengertian, jenis dan tarif PPh pasal 23, ketentuan saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPh pasal yang sama juga perlu untuk dijelaskan. Karena ini yang menjamin para wajib pajak PPH mematuhi dan mengetahui apa kewajiban-kewajiban yang perlu dilakukan terkait hal ini. Berikut ketentuan-ketentuan yang dimaksud:

  1. PPh pasal 23 disebut terutang manakala tiba pada akhir bulan masa dilakukannya pembayaran atau sudah masuk pada jatuh tempo
  2. PPh pasal 23 harus disetor pemotongan pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya pasca bulan terutang.
    misal, pihak pemotong memotong PPh 23 atas penghasilan bunga dengan tarif 15% pada tanggal 25 September, maka pihak pemotong harus membayarkan PPh 23 pada tanggal 10 Oktober. Tetapi, sebelum melakukan pembayaran pihak pemotong harus membuat ID Billing melalui aplikasi OnlinePajak.
  3. SPT PPH harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat minimal 20 hari pasca masa pajak berakhir.
    Misal, pihak pemotong memotong PPh 23 atas penghasilan royalti dengan tarif 15% pada tanggal 21 September, maka pihak pemotong tersebut wajib melaporkan PPh 23 tersebut dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26 pada tanggal 20 Oktober.

 

CONTOH PERHITUNGAN PPH 23

PT AAA adalah perusahaan yang bergerak di bidang fashion. Pada Januari 2021, perusahaan melakukan sejumlah pembayaran yang terkait dengan PPh Pasal 23 dengan detail sebagai berikut:

a. Pembayaran terhadap royalti tiga orang perancang busana (designer): 

  • Pak Kelik NPWP 01.444.888.2.123.000, royalti    = Rp35.000.000  
  • Diana NPWP 01.888.555.2.456.000, royalti         = Rp25.000.000
  • Indra belum memiliki NPWP, royalti                    = Rp3.000.000

b. Pembayaran bunga pinjaman kepada BRI dengan NPWP 03.111.222.2.541.000 untuk bulan September sebesar Rp1.500.000.

Jawab:

1. Untuk pembayaran royalti kepada penulis:

  • Pak Kelik 15% x Rp35.000.000         = Rp5.250.000
  • Diana 15% x Rp25.000.000              = Rp3.750.000
  • Indra 15% x Rp5.000.000                = Rp450.000

Mengingat Indra belum punya NPWP, maka dikenakan tambahan PPh sebesar 100% dengan nominal = 100% x Rp450.000 = Rp450.000

Berdasarkan perhitungan itu, maka Indra terkena pemotongan sebesar Rp450.000 + Rp450.000 = Rp900.000.

Setelah melakukan pemotongan PPh Pasal 23, perancang busana itu akan mendapatkan hasil bukti pemotongan.

2. Untuk pembayaran atas bunga pinjaman pada bank, tidak dikenakan PPh Pasal 23.

Mengapa?

Karena itu adalah penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank dan bagian dari pengecualian terhadap PPh Pasal 23.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo dan Kertas Kerja - Riki Ardoni

A yat Jurnal Penyesuaian ( Adjusting Journal Entry ) atau ‘AJP’ adalah proses pencatatan perubahan saldo ak...