Apa yang dimaksud dengan UMKM ?
Definisi
UMKM (Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah) akan kita temui dalam UU Nomor 20 Tahun 2008. Dimana dalam Undang-undang
tersebut UMKM di kelompokkan menjadi tiga dengan kriteria sebagai berikut:
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Berapa Tarif PPh Final UMKM terbaru ?
PPh Final merupakan nama lain dari PPh pasal 4 ayat 2. Dimana dalam pasal tersebut disebutkan salah satunya adalah Wajib Pajak yang memiliki Penghasilan Tertentu (Peredaran bruto tertentu).
Fasilitas PPh final UMKM kini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang merupakan aturan turunan atau pelaksana dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dengan
adanya peraturan terbaru PP 55 Tahun 2022, Tarif Pajak Penghasilan
yang bersifat final bagi UMKM ditetapkan sebesar 0.5%
Atas penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu,
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu
tertentu.
Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud PP 55/2022 paling lama:
- 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang; dan
- 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Dalam PP 55/2022 pasal 57, Wajib Pajak dalam negeri yang
memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat Final
sebagaimana dimaksud merupakan:
- Wajib Pajak orang pribadi; dan
- Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau Badan Usaha Milik Desa / Badan Usaha Milik Desa bersama
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam 1 Tahun Pajak.
Sebelumnya, fasilitas tersebut hanya dinikmati oleh wajib
pajak orang pribadi serta wajib pajak badan yang berbentuk koperasi,
persekutuan comanditer (CV), dan perseroan terbatas (PT), dengan omzet maksimal
Rp 4,8 miliar.
Kini, fasilitas ini bisa dinikmati juga oleh Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) dan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma).
Berdasarkan PP 55 Tahun 2022,
Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki omzet usaha maksimal Rp 4,8 miliar juga
bisa mendapat insentif tambahan berupa pembebasan PPh, yaitu bagi mereka yang
omzet usahanya maksimal Rp 500 juta dalam satu tahun pajak. Insentif ini
termaktub dalam Pasal 60 ayat (2) PP Nomor 55 Tahun 2022.
Dengan demikian, fasilitas tarif PPh
final 0,5 persen hanya dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang memiliki
usaha dengan omzet dalam satu tahun lebih dari Rp 500 juta dan maksimal Rp 4,8
miliar. Adapun terkait pemberian fasilitas PPh final 0,5 persen bagi wajib
pajak badan, PP Nomor 55 Tahun 2022 menetapkan besaran omzet maksimal Rp 4,8
miliar sudah mencakup peredaran bruto dari cabang perusahaan. Dengan kata lain,
besaran omzet dihitung secara konsolidasi.
Contoh:
Tuan R merupakan Wajib Pajak orang
pribadi yang baru terdaftar pada bulan Januari 2022, memiliki usaha toko elektronik
dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Penghitungan Pajak Penghasilan
yang harus disetor sendiri oleh Tuan R pada Tahun Pajak 2022 sebagai berikut:
Tuan R dikenai Pajak Penghasilan final
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini atas bagian peredaran usaha yang
melebihi Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Bagaimana Jika UMKM peredaran brutonya pada Tahun berjalan melebihi 4.8 miliar?
Wajib Pajak yang peredaran brutonya pada
Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan
final 0.5% sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan.
Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan :
- Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
- Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan mempertirnbangkan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Wajib Pajak Badan.
Contoh:
Tuan I memiliki usaha restoran dan
dikenai Pajak Penghasilan final sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah
ini pada Tahun Pajak 2023, karena peredaran bruto Tuan I pada tahun 2022 kurang
dari Rp 4.8 miliar. Pada bulan Agustus tahun 2023, peredaran bruto Tuan I telah
mencapai Rp 5 miliar. Meskipun peredaran bruto Tuan I telah melebihi Rp 4.8
miliar, Tuan I tetap dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif
0.5% (nol koma lima persen) sampai dengan akhir Tahun Pajak 2023.
Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Tuan I pada Tahun Pajak 2024 dan seterusnya, dikenai Pajak
Penghasilan dengan ketentuan umum berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Pada saat Peraturan Pemerintah (PP) 55Tahun 2022 ini mulai berlaku:
PP 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar