MANAJEMEN
STRATEGIK
“VISI, MISI
DAN TUJUAN PERUSAHAAN”
VISI PERUSAHAAN
1.1. Pengertian Dan Manfaat Visi Perusahaan
Ada
banyak sekali definisi tentang visi dan misi yang dikemukakan oleh para ahli.
Namun, definisi-definisi tersebut merujuk pada satu pengertian yang dapat
diterima bersama. Secara sederhana, visi suatu perusahaan harus dapat menjawab
satu pertanyaan mendasar. Apa yang ingin dicapai oleh perusahaan? Itulah
pertanyaan yang menjadi dasar dalam mendefinisikan apa itu visi. Beberapa
definisi visi antara lain :
a. J.B. Whittaker
Menurut
J.B. Whittaker dalam bukunya “Strategic Planning and Management”, visi
perusahaan didefinisikan sebagai gambaran masa depan yang akan dipilih dan yang
akan diwujudkan pada suatu saat yang ditentukan.
b. Philip Kotler
Menurut
Kotler, visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan
dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kelompok masyarakat yang dilayani,
nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.
c. Dr. A. B. Susanto
Menurut
Dr. A. B. Susanto dalam bukunya “Visi dan Misi”, visi adalah sebuah gambaran
mengenai tujuan dan cita-cita di masa depan yang harus dimiliki organisasi
sebelum disusun rencana bagaimana mencapainya.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa visi adalah pandangan
jauh ke depan tentang ke arah mana sebuah perusahaan akan dibawa atau gambaran
cita-cita apa yang ingin dicapai oleh perusahaan.Visi perusahaan akan
menunjukan suatu kondisi ideal tentang masa depan yang realistis, meyakinkan,
serta mengandung daya tarik. Adapun tujuan penetapan visi perusahaan, yaitu:
a. Mencerminkan sesuatu yang akan dicapai
perusahaan
b. Memiliki orientasi pada masa depan
perusahaan
c. Menimbulkan komitmen tinggi dari seluruh
jajaran dan lingkungan perusahaan
d. Menentukan arah dan fokus strategi
perusahaan yang jelas
e. Menjamin kesinambungan kepemimpinan
organisasi perusahaan
Visi
juga mempunyai beberapa manfaat, diantaranya :
a. Menumbuhkan komitmen dan semangat kerja
karyawan.
Karyawan
tidak akan bekerja dengan penuh antusias jika dia tidak tahu untuk apa
diabekerja. Namun, jika dia tahu apa kontribusi perusahaan pada masyarakat dia
akan termotivasi bahwa dia bekerja bukan hanya untuk perusahaan, tetapi juga
untuk masyarakat.
b. Menumbuhkan rasa kebermaknaan.
Salah
satu tempat karyawan mencari makna kehidupan adalah lingkungan pekerjaannya.
c. Menumbuhkan standar kerja yang prima.
Jika
seorang karyawan memahami dia bekerja untuk suatu tujuan yang sangat mulia, dia
akan bekerja penuh semangat dan meletakkan standar prima untuk setiap
pekerjaannya.
d. Menjembatani keadaan perusahaan masa
sekarang dan masa depan.
MISI PERUSAHAAN
2.1. Pengertian dan Manfaat Misi Perusahaan
Jika
kita sudah mengerti tentang visi atau gambaran tentang cita-cita suatu
perusahaan dimasa yang akan datang, maka kita harus memikirkan pula bagaimana
visi tersebut dapat dicapai. Serangkaian langkah yang ditempuh perusahaan dalam
mencapai visinya dijabarkan dalam misi perusahaan.
Misi
suatu perusahaan merujuk pada satu pertanyaan mendasar yang pernah diajukan
oleh Peter Drucker. Apa bisnis kita? Jawaban dari pertanyaan ini
merupakan gambaran besar tentang apa saja yang akan dilakukan oleh perusahaan
dalam upaya mencapai tujuannya. Keberadaan misi perusahaan sangat penting untuk
perumusan tujuan perusahaan dan formulasi strategi yang efektif. Ada banyak
definisi misi, diantaranya :
a. Peter Drucker
Pada
dasarnya, misi merupakan alasan mendasari eksistensi suatu organisasi.
Pernyataan misi organisasi, terutama di tingkat unit bisnis menentukan batas
dan maksud aktivitas bisnis perusahaan. Jadi perumusan misi merupakan realisasi
yang akan menjadikan suatu organisasi mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas
yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggannya.
b. Wibisono
Misi
merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi
organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat,
baik berupa produk ataupun jasa.
c. Dr.A.B.Susanto
Misi
adalah bagaimana untuk menghadirkan impian perusahaan atau organisasi menjadi
kenyataan.
Berdasarkan
beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa misi adalah
pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan dalam usahanya
mewujudkan visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta
dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian visi. Adapun manfaat
misi antara lain :
a. Memastikan tujuan dasar organisasi
b. Memberikan basis atau standar untuk
mengalokasikan SD di organisasi
c. Menciptakan kondisi atau iklim
organisasi yang umum
d. Menjadi titik utama bagi individu dalam
mengidentifikasi tujuan dan arah organisasi
e. Memfasilitasi penerjemahan tujuan
menjadi struktur kerja yang melibatkan penungasan hingga elemen tanggung jawab
dalam organisasi
f. Memberikan tujuan dasar organisasi dan
kemungkinan utk menerterjemahkan tujuan dasar ini menjadi tujuan dalam bentuk
sedemikian rupa hingga parameter waktu, biaya, dan kinerja dapat dievaluasi dan
dikontrol.
Ada
beberapa karakteristik misi perusahaan, diantaranya :
a. Deklarasi sikap.
Misi
yang baik memungkinkan untuk perumusan dan pemikiran alternatif tujuan dan
strategi yang layak tanpa mengurangi kreativitas manajemen. Misi juga harus
cukup luas untuk menyatukan perbedaansecara efektif dan memiliki daya tarik
bagi stakeholder organisasi, individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan
dalam organisasi. Misi perusahaan harus memcerminkan bagaimana komitmen
perusahaan untuk memenuhi tuntutan stakeholder. Kumpulan misi perusahaan
menunjukkan strategi perusahaan dalam usahanya bertumbuh melalui analisis
internal dan eksternal.
b. Berorientasi pada pelanggan.
Alasan
mendasar mengembangakan misi perusahaan adalah untuk menarik sebanyak mungkin
pelangan. Misi sebuah perusahaan tidak hanya mengembangkan suatu produk dan
mencari pasarnya, tetapi lebih jauh dari itu, misi perusahaan harus berusaha
untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan dan kemudian
menyediakan alat pemuas kebutuhan dan keinginannya. Misi yang baik selalu
berusaha untuk mengidentifikasi kegunaan produk perusahaan untuk pelanggannya.
c. Deklarasi kebijakan sosial.
Kebijakan
sosial mempengaruhi pengembangan misi suatu perusahaan. Kebijakan sosial secara
langsung mempengaruhi pelanggan, produk, pasar, teknologi, profitabilitas dan
citra perusahaan. Kebijakan sosial mau tidak mau harus ikut diintegrasikan
dengan startegi pengembangan perusahan yang dapat dilihat dari misi perusahaan.
MENYUSUN, MENGEMBANGAKAN &
MENGEVALUASI VISI DAN MISI
Dalam
penetapan visi, perusahaan harus memenuhi persyaratan dan kriteria. Adapun
persyaratan dan kriteria visi perusahaan secara umum antara lain :
a. Dapat dibayangkan oleh seluruh jajaran
organisasi perusahaan
b. Dapat dikomunikasikan dan dapat
dimengerti oleh seluruh jajaran organisasi perusahaan
c. Berwawasan jangka panjang dan tidak
mengabaikan perkembangan zaman
d. Memiliki nilai yang diinginkan oleh
anggota organisasi perusahaan
e. Terfokus pada permasalahan instansi
perusahaan agar dapat beroperasi
Setelah
mengetahui kriteria visi yang baik bagi perusahaan, dapat ditentukan bagaimana
visi bisnis perusahaan. Hal pertama yang dapat dilakukan dalam rangka menyusun
visi perusahaan adalah dengan mengidentifikasikan aktivitas perusahaan
berdasarkan impian yang ingin dicapai. Setelah itu, dapat ditetapkan pandangan
masa depan perusahaan, ingin mencapai titik kesuksesan setinggi apakah
perusahaan tersebut. Menyediakan gambaran besar yang menggambarkan siapa saja
yang ada di dalam perusahaan tersebut, apa yang akan dilakukan setiap personil
perusahaan dan kemanakah arah pergerakan perusahaan.
Sebelum
membahas lebih jauh tentang bagaimana menyusun, mengembangkan serta
mengevaluasi misi bisnis suatu perusahaan, perlu terlebih dahulu untuk
mengetahui apa saja komponen misi. Ada sembilan komponen yang mutlak ada dalam
sebuah misi apabila misi tersebut hendak menjadi misi yang efektif.
Komponen-komponen misi tersebut antara lain :
a. Konsumen atau Pelanggan, “Siapa
pelanggan perusahaan?”
b. Produk atau Jasa, “Apa produk atau jasa
utama perusahaan?”
c. Pasar, “Secara geografis, dimana
perusahaan akan berkompetisi?”
d. Teknologi, “Apakah perusahaan menerapkan
teknologi terbaru?”
e. Perhatian akan keberlangsungan,
pertumbuhan, dan profitabilitas, “Apakah perusahaan berkomitmen untuk
pertumbuhan dan kondisi keuangan yang baik?”
f. Filosofi, “Apa dasar kepercayaan,nilai,
aspirasi, dan prioritas etika perusahaan?”
g. Konsep diri, “Apa kemampuan khusus atau
keunggulan kompetitif perusahaan?”
h. Perhatian akan citra publik, “Apakah
perusahaan responsif terhadap pemikiran sosial, masyarakat dan lingkungan?”
i. Perhatian pada karyawan,“Apakah karyawan
aset yang berharga untuk perusahaan?”
Setelah
mengetahui komponen misi yang baik bagi suatu perusahaan, dapat ditentukan
strategi penyusunan misi dari sebuah perusahaan. Hal pertama yang dapat
dilakukan dalam rangka menyusun misi perusahaan adalah dengan menetapkan
perusahaan menjadi bagian-bagian yang kecil. Setelah itu, barulah dapat
ditentukan bagaimana bagian-bagian dari perusahaan tersebut akan bergerak
mencapai visi perusahaan.
TUJUAN PERUSAHAAN
Tujuan perusahaan pada
umumnya ialah untuk memuaskan kebutuhan dari konsumen dengan
nilai-nilai tertentu. Tujuan perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut
:
• Tujuan Pelayanan Primer
Tujuan primer adalah pembuatan barang/jasa
yang dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Tujuan Organisatoris adalah
nilai- nilai yang harus disumbangkan oleh masing-masing atau
kelompok individu yang berada pada bagian yang bersangkutan.
Tujuan Operasional adalah nilai-nilai yang disumbangkan oleh
masing-masing tahap dalam suatu unit prosedur kerja secara
keseluruhan.
• Tujuan Pelayanan Kolateral
Tujuan Kolateral Pribadi adalah
nilai-nilai yang ingin dicapai oleh individuatau kelompok individu
dalam perusahaan. Tujuan Kolateral Sosial ialah nilai-nilai ekonomi
yang lebih luas/umum yang diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat
dan yang dapat secara langsung dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
Tujuan Kolateral Sosial bersifat lebih luas untuk kepentingan masyarakat,
misalkan : membayar pajak.
• Tujuan Pelayanan Sekunder
Merupakan nilai-nilai
yang diperlukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan primer. Namun
secara umum, tujuan perusahaan dapat berupa :
a. Mencapai keuntungan maksimal
b. Mempertahankan kelangsungan hidup
c. Mengejar pertumbuhan
d. Menampung tenaga kerja
Tujuan
jangka panjang (Long Term Objective)
Tujuan jangka panjang didefinisikan
sebagai hasil yang dicoba untuk dicapai oleh perusahaan selama periode waktu
tertentu, biasanya lima tahun. tujuan jangka panjang lainnya, seharusnya dapat
diterima, fleksibel, terukur seiring berjalannya waktu , memotivasi, sesuai,
dapat dipahami, dan dapat dicapai.
Strategi utama didefinisikan sebagai
pendekatan komprehensif yang mengarahkan tindakan-tindakan utama yang dirancang
untuk mencapai tujuan jangka panjang. Lima Belas pilihan strategi utama yang
dibahas : pertumbuhan terkonsentrasi, pengembangan pasar, pengembangan produk,
inovasi, integrasi horizontal, integrasi vartikal, diversifikasi konsentris,
diversifikasi konglomerasi, putar haluan, divestasi, likuidasi, kepailitan,
usaha patungan, aliansi strategis, dan konsorsium.
Category of Long Term Objective
(Kategori umum Long Term Objective)
Kategori umum untuk tujuan jangka panjang bisnis
meliputi :
Profitability
(Profitabilitas)
Kemampuan dari suatu perusahaan untuk beroperasi dalam
jangka panjang bergantung pada tingkat laba yang memadai. Perusahaan yang
dikelola secara strategis pada umumnya memiliki tujuan laba, yang dinyatakan
dalam bentuk laba persaham.
employee
development (Pengembangan Karyawan)
Karyawan menghargai pendidikan danpelatihan, sebagian
karena hal tersebut mengarah pada kompensasi dan jaminan kerja yang lebih
tinggi. Menyajikan peluang semacam itu sering kali meningkatkan produktivitas
dan mengurangi perputaran karyawan. Oleh karena itu para pembuat keputusan
strategis sering kali memasukan tujuan pengembangan karyawan kedalam rencana
jangka panjang.
Productivity
(Produktifitas)
Para manager strategis secara terus mencoba meningkatkan
produktivitas sistem mereka. Perusahaan yang dapat memperbaiki hubungan
input-output pada umumnya dapat meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian
perusahaan-perusahaan hampir selalu menyatakan suatu tujuan produktivitas.
Tujuan produktivita yang umum digunakan adalah jumlah barang yang diproduksi
atau jumlah jasa yang diberikan perunit input.
Technology Leadership
(Teknologi Kepemimpinan)
Perusahan harus memutuskan apakah akan
menjadi pemimpin atau hanya jadi pengikut di pasar. Setiap pendekatan dapat
berhasil, tetapi masing-masing membutuhkan postur strategi yang berbeda. Oleh
karena itu banyak perusahaan menyatakan suatu tujuan berkaitan dengan
kepemimpinan teknologi.
employee
relations(Relasi Pekerja)
Apakah terikat dengan kontrak serikat pekerja
atau tidak perusahaan-perusahaan secara aktif mencoba untuk menggembangkan
hubungan baik dengan karyawan. Bahkan langka-langka proaktif dalam
mengantisipasi kebutuhan dan harapan karyawan merupakan karakteristik dari para
manajer strategis. Para manajer strategis yakin bahwa produktivitas hubungan
dengan loyalitas karyawan dan apresiasi atas perhatian manajer terhadap
kesejahteraan karyawan.
competitive position (posisi kompetitif)
Salah satu ukuran keberhasilan perusahaan adalah salah
satu dominasi relatifnya di pasar. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar pada
umumnya menetapkan tujuan dalam hal posisi konpetitif, sering kali menggunakan
penjualan total atau pangsa pasar sebagai ukuran posisi kompetitifnya.
Responsibilities To
society(Tanggung Jawab Untuk Masyarakat)
Para manajer memahami tanggung jawab
mereka terhadap pelanggan dan masyarakat secara umum. Bahkan banyak perusahaan
mencoba untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya melampaui persyaratan
pemerintah. Perusahaan-perusahaan tersebut bukan hanya bekerja untuk
mengembangkan reputasi sebagai produsen dari produk dan jasa dengan harga yang
layak, melainkan menjadi warganegara yang bertanggung jawab.
Objectives are the basis for:
Designing jobs (Mendesain Pekerjaan)
Dengan adanya tujuan, memudahkan kita
untuk mengatur dan mendesain bagian pekerjaan yang di butuhkan.
Organizing activities
(Pengorganisasian Kegiatan)
Tujuan dapat membentuk kegiatan apa
saja yang akan diorganisasikan.
Providing direction (Memberikan Arahan)
Arah pekerjaan yang di lakukan akan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan (pekerjaan tidak melencenng dari jalur).
Organizational synergy (Sinergi
Organisasi)
Sinergi organisai akan terbetuk dengan sangat kuat.
Dalam hal ini tujuan berperan sebagai working supporter.
Standards for
evaluation (Standar untuk evaluasi)
Evaluasi kerja dilaksanakan untuk
menentukan kesesuaian kinerja dengan tujuan.
Benefits of Long Term
Objective (Manfaat Tujuan Jangka Panjang)
- Memberi pemahaman thd
stakeholder ttg masa depan organisasi.(An understanding of the stakeholders
about the future of the organization.)
- Dasar pengambilan
keputusan yg konsisten kepada manajer (Consistent basis for decision making to
manager)
- Minimalisir potensi
konflik. (Minimize the potential for conflict)
- Mendorong usaha &
pencapaian (Encourage effort and achievement)
- Desain & organisasi
pekerjaan. (Design and organization of work.)
- Tanpa tujuan jk
panjang, harapan perusahaan tidak akan tercapai (Without long-term objective,
the company hopes will not be achieved)
Not Managing by Objective (Beberapa alternative
yang harus di hindari untuk mencapai tujuan jangka panjang)
Para perencana strategis harus menghindari berbagai
alternatif berikut ini untuk mencapai tujuan jangka panjang , yaitu (not
managing by objectives) :
Mengelola berdasarkan
Ekstrapolasi, (Managing by extrapolation)
yaitu mengikuti perinsip, “Jika tidak rusak, tidak
usah diperbaiki” Intinya adalah tetap melakukan hal yang sama dengan cara yang
sama karena segalanya berjalan lancar.
Mengelola berdasarkan
Krisis, (Managing by Crisis)
yaitu berdasarkan keyakinan bahwa untuk mengetahui
seberapa baik seorang perencana strategis adalah dengan mengukur kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah. Karena ada banyak sekali krisis dan masalah, yang
dihadapi oleh setiap orang dan setiap organisasi, para perencana strategis
harus menggunakan waktu dan energi kreatif mereka untuk menyelesaikan masalah
yang paling mendesak. Menggelola berdasarkan krisis sebenarnya adalah bentuk
reaksi dan bukannya aksi (tindakan) serta membiarkan kejadian yang mendikte apa
dan kapan ada keputusan manajemen.
Mengelola secara
Subjektif, (Managing in Subjective)
yaitu atas dasar pemikiran bahwa tidak ada rencana
umum yang menentukan arah mana yang harus ditempuh dan apa yang harus
dikerjakan; kerjakanlah yang terbaik untuk menyelelesaikan apa yang dianggap
harus diselesaikan.
Mengelola berdasarkan
Harapan, (Managing in Subjective)
yaitu atas dasar kenyataan bahwa masa
depan penuh dengan ketidak pastian. Jika berupaya dan tidak berhasil, maka kita
berharap pada upaya kedua (atau ketiga), kita akan berhasil. Keputusan dibuat
dengan harapan keputusan tersebut dapat dijalankan dan keberhasilan tinggal
beberapa langkah lagi, terutama jika nasib dan keberuntungan berpihak kepada
kita.
Tips For Setting Long Term Objective (Tips untuk
menetapkan tujuan jangka panjang)
1. Mengatasi kendala budaya. (Overcoming cultural barriers.)
Perlu dipastikan
bahwa nilai-nilai organisasi- termasuk cara memformulasikan dan mengkaji kasus
bisnis- selaras dengan tujuan jangka panjang.
2. Menetapkan kembali visi dan tujuan jangka
panjang. (Set back the long-term vision and goals.)
Pemahaman akan
posisi yang diinginkan di masa depan, berikut cara pandang dari luar-ke dalam
mengenai perubahan industri.
3. Mengidentifikasi kemampuan jangka panjang yang
dibutuhkan.
(Identifying long-term capacity needs.)
Sebuah organisasi
haruslah baik pada suatu hal yang dapat membuat jarak dengan pesaingnya. Ini
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dibangun
4. Mengombinasikan sudut pandang jangka
pendek-jangka panjang. (Combining short-term and long term perspective)
Pemikiran strategi
sebagai suatu kontinum pemikiran yang memiliki benang merah dari masa depan ke
masa kini, dan sebaliknya.
5. Tetap melihat mega trend (Keep viewing the mega
trends)
Pandangan jangka
panjang tidaklah statis, tapi akan terus berevolusi karena dipengaruhi oleh
kondisi makro atau mega trends yang mengubah lingkungan masa datang.
6. Menjadi disiplin dan konsisten (Being disciplined and
consistent)
Berpikir ke depan
dan mengantisipasi masa depan membutuhkan ketelatenan dan disiplin ketika
terjadi penurunan kinerja jangka pendek.
CORPORATE CULTURE (Budaya Perusahaan)
Pengertian Corporate Culture
- Budaya organisasi merupakan sistem
nilai organisasi yang menyediakan aturan untuk berbagi informasi, mencapai
kesepakatan umum, dan bertindak atas maknanya (Gorman, 2004).
- Organizational culture atau
corporate culture dideskripsikan sebagai kumpulan norma, kepercayaan,
prinsip dan cara berperilaku yang secara bersama – sama menciptakan
perilaku yang berbeda dari tiap – tiap organisasi (Willcoxson &
Millett, 2000)
- Corporate Culture adalah "pola
nilai-nilai dan keyakinan bersama yang membantu individu memahami fungsi
organisasi dan dengan demikian menyediakan mereka norma-norma perilaku
dalam organisasi "(Deshpande dan Webster 1989,ppp.4)
Dimensi Corporate/Organizational Culture
Dimensi Organizational Culture Terdapat 4 dimensi
dalam menentukan karakteristik organizational culture yang dikembangkan oleh
Durendez &Garcia, (2010). Dimensi-dimensi tersebut antara lain :
- Clan : Budaya klan umumnya ada
dalam perusahaan yang mencari pengendalian internal dalam organisasi
namun dengan fleksibilitas, mengkhawatirkan mengenai karyawan dan
menunjukkan perhatian khusus pada konsumen.
- Adhocracy : Budaya adhocratic
terkait dengan perusahaan yang berfokus pada aspek eksternal dari
organisasi, mencari tingkat fleksibilitas dan inovasi yang tinggi.
- Market : Budaya market muncul
pada organisasi yang mengutamakan orientasi eksternal bisnis, namun pada saat
yang sama mempertimbangkan kebutuhan akan pengendalian dan stabilitas
internal
- Hierarchical : Budaya hierarchical
memberi perhatian khusus pada aspek internal yang membutuhkan
pengendalian dan stabilitas.
Penjelasan Corporate Culture
- Merupakan kebutuhan dan aspirasi
dari anggota kelompok yang berupa aturan-aturan yang bisa mengakomodasi
kebutuhan dan keinginan dari masing-masing anggota kelompok dalam satu
kesatuan organisasi.
- Penguatan budaya melindungi
kebutuhan anggota-anggotanya, adanya sanksi dan penghargaan bagi para
anggotanya berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan dalam organisasi.
- Mempunyai keseimbangan nilai yang
timbal balik artinya penilaian antara pengetahuan budaya yang dimiliki
anggota-anggotanya.
- Mempunyai pola aturan yang tetap sehingga
dapat diwujudkan oleh anggotanya sebagai sebuah tindakan yang nyata dan
sebagai tradisi dari perusahaan yang bersangkutan.
- Kebudayaan sebagai komunikasi dalam
konteks mempunyai simbol pengungkapan perasaan yang dapat dimengerti antar
masing-masing anggota organisasi.
Jenis Budaya Perusahaan
1). Berorientasi pada Pemenuhan Kepuasan Diri
- Mengutamakan kepuasan para pegawainya.
- Setiap masalah ditangani dengan cara
kekeluargaan.
- Para karyawan diberi kebebasan dalam
bekerja asal sesuai target.
- Aturan diberlakukan tidak terlalu
ketat agar karyawan tidak merasa terkekang.
- Contoh: perusahaan keluarga,
perusahaan berskala kecil.
2). Berorientasi pada Proyek
- Profesionalitas adalah segalanya.
Kemampuan seseorang lebih penting daripada kelakuan atau penampilan.
- Kerja tim sangat dibutuhkan.
- Hasil dan target kerja sangat penting
sehingga sistem punishment and reward sering digunakan.
- Bekerja sesuai job description sangat
dihargai.
- Contoh: perusahaan yang bergerak di
bidang penelitian dan pengembangan.
3). Berorientasi pada Peran
- Sangat birokratis, sehingga semua
prosedur harus sesuai aturan dan garis hirarki.
- Pekerjaan dilakukan secara teratur,
sistematis, dan rutin.
- Aturan diutamakan daripada kreativitas
pegawai. Bekerja sesuai aturan lebih dihargai daripada melanggar meski hasilnya
bagus.
- Pegawai diharuskan mengikuti aturan
yang ditetapkan dari atas.
- Contoh: perusahaan minyak.
4). Berorientasi pada Kekuasaan
- Atasan selalu benar, dan harus
diperlakukan layaknya orang tua di sebuah keluarga.
- Sistem kerja seperti sebuah keluarga,
setiap karyawan harus saling membantu dan melindungi satu sama lain.
- Tidak ada standar kerja yang baku
setiap saat bisa berubah sesuai keinginan atasan. Jenjang struktural dan aturan
seringkali tidak dipakai.
- Kedekatan dengan atasan mempengaruhi
promosi.
- Contoh: partai politik, perusahaan
pemerintah.
Tata Kelola Perusahaan (corporate governance)
adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang
memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan
atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang
terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata
kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen,
dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya
termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator,
lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang
memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan
adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan
tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk
memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus
utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku
kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap
pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau
lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di
perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan
perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia,
perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
(GCG)
Kita sering mendengar banyak perusahaan
yang terpuruk karena tata pemerintahan sebuah perusahaan tersebut tidak baik
sehingga banyak fraud atau praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
terjadi, sehingga terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para
investor, yang mengakibatkan tidak ada investor yang mau membeli saham
perusahaan tersebut. artinya, bisa dikatakan jika perusahaan tersebut tidak
menerapkan Corporate Governance dengan baik.
Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi
para pemegang saham di Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam
kepentingannya (Budiati, 2012). Maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan – perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di
Amerika Serikat, maka untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang
saham, muncul konsep pemberdayaan komisaris sebagai salah satu wacana penegakan
GCG.
Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal
sejak krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena
tidak dikelolanya perusahaan-perusahaan secara bertanggungjawab, serta
mengabaikan regulasi dan sarat dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN
(Budiati, 2012).
Bermula dari usulan penyempurnaan
peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia)
yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang
mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit
pada tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh
perusahaan publik di Indonesia.
Berikut pengerti GCG menurut beberapa
pakar sebagai berikut :
Menurut Cadbury Commitee of United
Kingdom (1922) :” Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Muh. Effendi (2009) dalam bukunya The
Power of Good Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko
yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset
perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka
panjang.
Soekrisno Agoes (2006), Tata Kelola
Perusahaan yang baik adalah : Sistem yang mengatur hubungan peran Dewan
Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Disebut juga sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes,2006)
menjelaskan tatakelola perusahaan yang baik adalah “Mekanisme administratif
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris,
direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain. Dimana
hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk aturan permainan dan sistem insentif
sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan, cara
pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan”.
Dari pendapat pakar diatas dapat
dikatakan bahwa good corporate governance (GCG) adalah seperangkat peraturan
yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan antara para pengelola
perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada kualitas GCG menunjukan
peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan
kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan pada penilaian pasar (Cheung,
2011).
Manfaat GCG
Menurut Tjager dkk (2003) menjelaskan
manfaat GCG sebagai berikut :
- Berdasarka survey yang telah
dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor
institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di
Asia yang telah menerapkan GCG.
- Berdasarkan berbagai analisis
ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan
krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
- Internasionalisasi pasar – termasuk
liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk
menerapkan GCG.
- Kalau GCG bukan obat mujarab untuk
keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya
system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah
banyak berubah.
- Secara teoris, praktik GCG dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika
perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG)
secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara
lain: (1) mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen;
(2) mengurangi biaya modal (Cost of Capital); (3) meningkatkan nilai saham
perusahaan di mata publik dalam jangka panjang; (4) menciptakan dukungan
para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan
perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
TEORI KEAGENAN (AGENCY THEORY)
"Agency theory originates from the problems of
risk sharing between principal and agents (Daily et al., 2003).""Teori
agensi berasal dari masalah pembagian risiko antara prinsipal dan agen.”
Teori
keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.
Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua
pekerjaannya kepada pemegang saham.
Jensen
dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency
relationship as a contract under which one or more person (the principals)
engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which
involves delegating some decision making authority to the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik
bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama
untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan
cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Masalah
keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi
kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung
bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan.
Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).
Jensen
dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah
dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.
Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan
yang besar diantara mereka.
Menurut
teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan
saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk
mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan
memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari
setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding
mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui
program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Dalam
suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow).
Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan
kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi
yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen
lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan
untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham
oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen
terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber
pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional
holdings).
Sedangkan
dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam mengurangi masalah keagenan.
Pertama,
dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan
bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
Kedua,
dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan
saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga
secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan
menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga
memunculkan biaya keagenan hutang.
Ketiga, institutional
investor sebagai monitoring agent. Moh’d et
al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside
shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders
dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost).
Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi
atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam
perusahaan.
Tata
Kelola Perusahaan
PT
Lippo General Insurance Tbk (Perseroan) menempatkan aspek Tata Kelola
Perusahaan sebagai landasan dari komitmen Perseroan untuk membangun kepercayaan
dan reputasi yang baik dari seluruh pemegang saham dan pemangku kepentingan.
Praktik tata kelola perusahaan di Perseroan mengadaptasi kaidah kaidah Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) yang berlaku
di Indonesia dengan tujuan untuk membangun bisnis yang beretika menuju Good
Corporate Citizen.
Pedoman pelaksanaan GCG di Perseroan disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan POJK Nomor 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(“POJK No.2/POJK.05/2014”) serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya
dan menjunjung tinggi penegakkan prinsip Transparansi (Transparency),
Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungjawaban (Responsibility),
Kemandirian (Independency) dan Kesetaraan/Kewajaran (Fairness)
dalam seluruh kegiatan bisnis dan operasional Perseroan.
Tujuan dari penerapan GCG di Perseroan antara lain untuk:
- Memastikan keberlanjutan usaha Perseroan secara
jangka panjang.
- Memastikan tercapainya target dan sasaran
Perseroan.
- Meningkatkan kepercayaan terhadap Perseroan, baik
dari pihak internal maupun eksternal.
- Meningkatkan keunggulan kompetitif Perseroan di
tengah persaingan industri asuransi di Indonesia, dan
- Melindungi kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan dengan memprioritaskan kepatuhan Perseroan terhadap
seluruh peraturan perundang-undangan.
Perwujudan komitmen GCG tersebut
didukung oleh keberadaan pedoman tata kelola perusahaan, piagam komite audit
dan piagam audit internal serta organ-organ perusahaan yang memiliki pemisahan
tugas dan tanggung jawab secara jelas dan terbebas dari segala bentuk benturan kepentingan.
Hubungan dan Struktur Organisasi Perusahaan
Pengelolaan Perseroan dilaksanakan melalui struktur yang terdiri dari tiga
organ Perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan
Direksi. Selain itu, praktik GCG Perseroan juga didukung oleh keberadaan Komite
Audit sebagai Komite di bawah Dewan Komisaris dan Sekretaris Perusahaan
Perseroan yang berfungsi sebagai liason officer Perseroan dengan
pemangku kepentingan. Komposisi susunan Dewan Komisaris dan Direksi telah
disesuaikan dengan yang disyaratkan POJK No.2/POJK.05/2014, yaitu sebagai
berikut :
Susunan Dewan Komisaris
|
Jabatan
|
Benny Haryanto Djie
|
Presiden Komisaris
|
Purnomo Utoyo
|
Komisaris Independen
|
Frans Lamury
|
Komisaris Independen
|
Susunan Direksi
|
Jabatan
|
Agus Benjamin
|
Presiden Direktur
|
Johannes Agus
|
Direktur
|
Gilbert D. Naibaho
|
Direktur
|
Komite-Komite
Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan telah menyusun Komite-Komite yang
dipersyaratkan sesuai POJK No.2/POJK.05/2014 untuk membantu pelaksanaan GCG di
Perseroan, yang terdiri dari :
- Komite Audit (lihat
lampiran)
Komite Audit membantu Dewan Komisaris
dalam memantau dan memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan
pelaksanaan tugas auditor internal dan auditor eksternal dengan melakukan
pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit dalam rangka
menilai kecukupan pengendalian internal termasuk proses pelaporan keuangan.
- Komite Investasi (lihat lampiran)
Komite Investasi membantu Direksi dalam
melaksanakan pengelolaan investasi dalam Perseroan termasuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan investasi dengan prinsip kehati-hatian, mengawasi
pelaksanaan kebijakan investasi yang telah ditetapkan oleh Perseroan dengan
memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang perasuransian dan pasar
modal yang berkaitan dengan investasi, menyempurnakan secara periodik kebijakan
dan strategi investasi, mengusulkan kepada Direksi maupun satuan kerja yang
mengelola investasi untuk alternatif instrumen investasi yang kompetitif dan
aman, serta menjaga kesuaian antara investasi dan kewajiban dengan
memperhatikan pedoman kebijakan dan strategi invetasi Perseroan yang diatur
secara tersendiri.
- Komite Kebijakan Tata Kelola (lihat lampiran)
Komite Kebijakan Tata Kelola membantu
Dewan Komisaris dalam hal mengkaji kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
yang disusun oleh Direksi dan menilai konsistensi penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik, termasuk yang berkaitan dengan etika bisnis dan tanggung
jawab sosial Perusahaan (corporate social responsibility).
- Komite Pemantau Risiko (lihat lampiran)
Komite Pemantau Risiko membantu Dewan Komisaris
dalam memantau pelaksanaan manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta
menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh Perseroan.
- Komite Pengembangan Produk (lihat lampiran)
Komite Pengembangan Produk
bertanggungjawab kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi pengembangan
produk asuransi dalam menyusun rencana strategis pengembangan dan pemasaran
produk asuransi sebagai bagian dari rencana strategis kegiatan usaha Perseroan
serta mengevaluasi kesesuaian dan kinerja prosuk asuransi yang akan dipasarkan.
- Komite Remunerasi dan Nominasi (lihat lampiran)
Komite
Remunerasi dan Nominasi membantu Dewan Komisaris dalam menentukan kebijakan
remunerasi serta kriteria seleksi dan prosedur nominasi calon anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi, dan pejabat eksekutif Perseroan.
Kode Etik Perusahaan
Dalam
rangka mendorong partisipasi dalam pengembangan dan implementasi tindakan yang
menguntungkan masyarakat dan stakeholder dan dengan demikian
mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Perseroan,
Perseroan berpedoman pada Kode Etik Perseroan dan nilai-nilai budaya Perseroan.
Berikut ini adalah beberapa poin-poin penting Kode Etik tersebut yang berlaku
bagi Dewan Komisaris, Direksi dan seluruh karyawan. Kode Etik menjadi pedoman
dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai Perseroan dan etika
bisnis:
Para karyawan Perseroan dituntut untuk
memberikan layanan profesional dengan integritas. Integritas menempatkan
kejujuran di atas keuntungan dan kepentingan pribadi.
Para karyawan Perseroan diharuskan untuk
menjaga objektivitas dan menginformasikan kepada Presiden Direktur Perseroan
bila terjadi konflik antara kepentingan pribadinya dengan kepentingan Perseroan
atau klien. Para karyawan Perseroan dilarang untuk terlibat dalam transaksi
pribadi dan diharuskan untuk menghindari konflik kepentingan dengan klien untuk
menjaga obyektivitas dalam pengambilan keputusan.
Karyawan Perseroan beserta keluarganya
dilarang menerima segala bentuk gratifikasi, jasa, pinjaman, atau perlakuan
khusus dari klien, pemasok atau mitra bisnis lainnya dalam kaitannya dengan
kegiatan bisnis di masa lalu, sekarang dan masa depan dengan Perseroan.
Pengecualian adalah gratifikasi yang tidak dalam bentuk uang tunai dengan nilai
di bawah Rp 1 juta, atau gratifikasi yang dapat dibalas seperti makan siang/
makan malam. Gratifikasi dengan nilai di atas Rp 1 juta harus dilaporkan
kepada Direksi.
- Informasi tentang hak kepemilikan
dan informasi rahasia
Selama dan setelah masa jabatan di
Perseroan, karyawan dilarang membocorkan informasi tentang hak
kepemilikan dan informasi rahasia tentang Perseroan, klien atau pemasok kepada
pihak ketiga kecuali dengan kewenangan Direksi Perseroan atau pihak lainnya
yang berwenang berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Informasi
tersebut meliputi rencana bisnis, daftar klien, informasi karyawan, informasi
non public, mengenai klien atau teknologi atau sistem termasuk perangkat lunak.
- Media dan penerbitan massa
Dalam hal perwakilan dari media, lokal
maupun internasional, berupaya untuk mendapatkan informasi dari karyawan
tentang Perseroan, karyawan diwajibkan untuk melaporkan hal tersebut kepada
Direktur Keuangan. Hanya juru bicara yang ditunjuk, biasanya anggota Direksi,
yang berhak untuk berbicara atas nama Perseroan kepada media.
- Pengelolaan karyawan yang tepat
Perseroan berkomitmen penuh untuk
memberikan kesempatan kerja yang sama. Seluruh karyawan Perseroan berhak
atas pengembangan karir sesuai dengan bakat dan kinerja masing-masing. Karyawan
dilarang menilai kinerja rekan kerja berdasarkan etnis, kebangsaan, gender,
agama atau afiliasi/ hubungan khusus.
Komunikasi verbal dan tertulis di dalam
dan di luar lingkungan kantor harus bebas dari pernyataan yang mengintimidasi
orang lain. Karyawan Perseroan dilarang menggunakan sistem komunikasi Perseroan
untuk secara elektronik mengirimkan teks atau gambar yang mengandung hinaan
etnis, penghinaan ras atau komentar lain yang dapat ditafsirkan sebagai
pornografi, pelecehan atau penghinaan terhadap orang lain.
Sumber:
https://www.lippoinsurance.com/tata-kelola-perusahaan/
https://www.academia.edu/18731243/MANAJEMEN_STRATEGIK_-_VISI_MISI_DAN_TUJUAN
http://sharecatatanku.blogspot.com/2015/04/tujuan-jangka-panjang-long-term.html
http://sakinahadikalfeta.blogspot.com/2017/05/corporate-culture-budaya-perusahaan.html
https://accounting.binus.ac.id/2017/06/20/good-corporate-governance-gcg/
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan
https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/